Monday, September 29, 2014

Posted by imron agung On 11:17:00 PM


 

 


DI TENGAH tengah hiruk-pikuk perpolitikan khususnya di Indonesia seperti sekarang ini, para penguasa bukan lagi menampilkan wajah agama di atas tahta kekuasaannya sehingga yang terjadi bangsa ini dibawa pada titik gelap persoalan kebangsaan yang tidak berujung pangkal.
Bahkan pergantian kepemimpinanpun tidak memberikan tawaran yang lebih menarik ditimbang persediaan kita untuk menanti datangnya keajaiban kecil, sehingga bangsa ini mampu bangkit dari keterpurukannya.
Sebab bangsa ini telah mengalami krisis kepercayaan yang begitu kompleks pada seluruh aspek dan ranah kehidupan yang ada. Itulah fakta dari sebuah sejarah yang meninggalkan jejak luka dan trauma yang mendalam.
Mungkin kita telalu lama dijajah atau belum siap menghadapi pertarurang maha dasyat dunia global (yang boleh jadi sangat kejam) seperti sekarang ini.
Ketika seorang pemilik koran besar seperti Dahlan Islam diangkat menjadi Menteri BUMN, tiba-tiba banyak orang terkaget-kaget karena sang menteri bisa naik-turut kereta murah (KRL) dan blusukan naik ojeg.
Masyarakat, pejabat, protokoler, rupanya tidak biasa dengan sidak mendadak gaya sang menteri yang sederhana dan mengejutkan seperti itu. Mengapa demikian? Bukankah Dahlan Islam seorang wartawan yang memang dari “sana nya” sudah terbiasa dengan kegiatan tanpa protokoler?
Mungkin, jawaban sementara bisa ditebak. Karena kita dan para pejabat menempatkan jabatan itu adalah anugrah yang layak diperebutkan. Sehingga menjadi sesuatu yang prestise (istimewa). Boleh jadi karena kelamaan menjadi miskin, saat berkuasa para pejabat selalu minta dilayani, bukan melayani.
Pada saat yang sama, peran-peran agama dikerdilkan dalam konteks kekuasaan, maka, ketika seseorang berkuasa, ia sering silap. Saat berkuasa ia bukan lagi memakmurkan dan mengayomi masyarakat, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Sering menindas dan minta dilayani.
Jika demikian, implikasi selanjutnya adalah rusaknya tatanan suatu bangsa dan hancurnya budaya-budaya etis yang telah tertata rapi.
Dari sini, kita perlu melihat kembali keberhasilan seorang keberhasilan pemimpin besar, Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wassallam dalam mengatur tatanan masyarakat.
Tidak sedikit kita dapatkan sejarah yang menegaskan bahwa ketika dalam peperangan yang disitu ada resiko besar, mulai dari resiko luka sampai resiko kematiaan, Nabi Sallallahu Aalaihi Wassalam malah tampil pada barisan paling depan, tapi begitu menyangkut pembagian harta ghanimah (harta rampasan peraang), Nabi malah berada pada barisan paling belakang.
Rasulullah, dikenal sebagai seorang pemimpin yang sederhana dan suka membantu umatnya dengan tangannya sendiri secara langsung.
Dari Ibnu Abid-Dunia pernah mengabarkan, Rasulullah adalah sosok pemimpin yang selalu membantu orang dengan tangannya sendiri. Beliau menambal bajunya pun dengan tangannya sendiri. Beliau bahkan tidak pernah makan siang dan malam secara teratur selama tiga hari berturut-turut, sehingga beliau kembali ke rahmatullah.
Tarmidzi memberitakan dari Ibnu Abbas ra. Katanya: “Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam sering tidur malam demi malam sedang keluarganya berbalik-balik di atas tempat tidur karena kelaparan, karena tidak makan malam. Dan makanan mereka biasanya dari roti syair yang kasar. Bukhari pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya: Pernah Rasulullah mendatangi suatu kaum yang sedang makan daging bakar, mereka mengajak beliau makan sama, tetapi beliau menolak dan tidak makan. Dan Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah SAW meninggal dunia, dan beliau belum pernah kenyang dari roti syair yang kasar keras itu.” (At-Targhib Wat-Tarhib, 5:148 dan 151)
Inilah Rasulullah Sang Pemimpin sungguhan yang semua perilakunya layak menjadi teladan. Beliau selalu menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri dan keluarganya. Pola hidupnya sederhana meskipun beliau bisa memilih hidup kaya bila beliau mau.
Maka tidak salah jika Beliau berwibawa bukan karena menggunakan kekuasaan, kekerasan atau kekayaan. Beliau tidak perlu ngasih makanan dan pakaian gratis kepada umat. Beliau berwibawa karena dicintai oleh umatnya. Sekali lagi dia dicintai selain karena akhlaknya yang mulia juga karena Beliau telah menjadikan agama sebagai asas dan worldview bagi setiap perilakunya.
Karena itulah, Will Durant dalam “The Story of Cifilization” ketika mengomentari keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam mengatakan, “Dia berhasil lebih sempurna dari pembaharu manapun, belum pernah ada orang yang begitu berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya seperti Dia. Dia datang seperti sepercik sinar dari langit, jatuh ke padang pasir yang tandus, kemudian meledakkan butir-butir debu menjadi mesin yang membakar angkasa sejak Delhi hingga Granada.”
Napoleon Bonaparte juga pernah menulis, “I prise god and have references for the holy prophet Muhammad and the holy Qur’an.” (saya menyembah Tuhan, tapi juga memuji Muhammad dan al-Qur’an).
Sementara Micheal Hart menulis, “A striking example of this my rangkin Muhammad higher than jesus, in large part because of my believe that Muhammad had a much greater personal influence on the formulation of the christian religion.” (sebuah contoh yang sangat tegas adalah urutan Muhammad lebih tinggi dari yesus, terutama disebabkan oleh pengaruhnya yang luar biasa pada perumusan agama yang dianut orang Islam melebihi perumusan Yesus terhadap agama Kristen).
Dari beberapa pernyataan di atas, setidaknya dapat diambil benang merah bahwa keberhasilan Nabi Muhammad sebagai pemimpin, baik spiritual maupun negara, tidak hanya membuat bangga para pengikutnya melainkan juga dapat menggetarkan jiwa dan memukau hati manusia seantero alam.
Lalu faktor apa yang menyebabkan kepemimpinan beliau begitu unik dan mampu menggetarkan jiwa banyak manusia baik kawan maupun lawan?
Agama Sebagai Panglima
Dahulu, banyak orang ramai-ramai terjun ke dunia politik dan kekuasaan karena panggilan jiwa untuk bisa ber-fastabikul khairat (berlomba-lomba berbuat baik) menyelamatkan negara dan mengangkat derajat rakyatnya.
Tetapi saat ini, orang berpolitik, ingin jadi anggota dewan di parlemen, semata-mata ingin cepat kaya. Ambisi yang sangat menonjol hanya untuk mengejar kekuasaan, tanpa harus memiliki visi apapun. Karena cita-cita mereka bukan hendak mengatur kehidupan ini, tetapi semata untuk mengumpulkan kekayaan, karena itu eskalasi korupsi dalam tatanan politik baru itu sangat tinggi.
Fakta cukup jelas, ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan rekening gendut para PNS muda (berusia sekitar 28 tahun dengan jumlah kekayaan lebih dari Rp 100 miliar). Belum lagi korupsi kakap lain di Negeri ini.
Apa yang membedakan cara Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam memimpin umatnya dan mengelola negara dengan para pemimpin-pemimnpin jaman ini?
Jawabannya, tidak lain disamping kepribadian beliau (Muhammad) yang agung dan sangat memukau juga karena beliau menjadikan agama (Islam) sebagai panglima dari kekuasaan. Sementara pemimpin abad ini, selalu menjadikan politik sebagai panglima.
Muhammad senangtiasa menjadikan pesan dan nilai agama sebagai dasar, sumber, prinsip dan acuan di dalam menyelenggarakan tata kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara, sementara kita justru ingin menjauhkannya.
Yang mengerikan, pola semacam ini bahnya terjadi pada pemimpin-pemimpin baru yang justru berlatar belakang santri. Mereka yang dulu rajin “mengaji” ketika di kampus, justu lupa ilmunya ketika berkuasa.
Agama tidaklah semata-mata cakupan akidah, bukan pula semata-mata ibadah ritual, akan tetapi agama sebagai asas atau pandangan hidup (worlview), dan menolak agama adalah suatu kebiadaban.
Thomas Wall mengatakan bahwa kepercayaan pada Tuhan adalah inti dari semua worldview. Artinya kalau seorang penguasa itu benar-benar percaya pada Tuhan bahwa dibalik kekuasaannya ada amanah, ia pasti yakin bahwa baik-buruk, salah-benar serta kekuasaan berasal dari Tuhan. Inilah worlview.
Karena sikap dan perbuatannya itu, para Sahabat Nabi telah menjadikan Rasulullah lebih dicintainya dibandingkan dengan ayah, ibu, anak, istri bahkan diri mereka sekalipun.
Belum pernah ditemukan dalam satu sejarah peradaban dunia manapun, seorang pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya melebihi kecintaan para Sahabat terhadap Rasulullah.
Para Sahabat telah menjadikannya sebagai pemimpin, guru dan panglima serta teladan dalam kehidupan mereka. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raga untuk Rasulullah, mereka rela menjadikan dirinya sebagai tameng untuk membela Rasulullah, mereka juga menghibahkan seluruh tenaga dan harta bendanya demi perjuangan yang dilakukan oleh Baginda Muhammad. Itulah dampak dan hasil seorang pemimpin yang menjadikan Islam sebagai pandangan hidup (worldview)-nya. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Post a Comment