Tuesday, September 30, 2014

Posted by imron agung On 7:10:00 PM



Kenaikan LPG 12 Kg


           Dari beberapa alasa pemerintah           menaikan harga LPG 12 kg

Inilah berita yang saya tngkap dari beberapa sumber berita yang saya dapatkan dari internet.  PT Pertamina (Persero) masih akan menyesuaikan harga gas tabung 12 kilogram hingga 2016. Alasannya, mereka harus memangkas kerugian yang ditanggung selama ini akibat menjual LPG di bawah harga keekonomian.
Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budaya berkata kepada wartawan  "Sesuai roadmap yang kami ajukan kepada pemerintah, kenaikan rencananya akan dilakukan setiap 6 bulan pada 1 Januari dan 1 Juli," bertempat di gedung pertamina, 10 September 2014.
dan Hanung mengatakan pada tahun depan, kenaikan LPG 12 kg rencananya akan dilakukan pada 1 Januari 2015, 1 Juli 2015, dan 1 Januari 2016. Rencananya kenaikan dipatok sebesar Rp 1.500 per kg.
            Namun tetap saja belum ada yang pasti. Sebagai Badan Usaha Milik Negara, (BUMN),Pertamina harus melaporkan dulu kepada pemerintah. "Pertamina adalah BUMN yang 100 persen sahamnya dimiliki negara, selain itu pengguna LPG itu masyarakat luas yang bisa berdampak inflasi sehingga kami perlu informasikan dan konsultasi dengan pemerintah," ujarnya. Hanung juga mengatakan bahwasanya sepanjang tahun ini Pertamina diperkirakan bakal merugi hingga Rp 6,1 triliun. Nilai tersebut diperoleh dari prognosa LPG 12 kg yang akan disalurkan hingga akhir tahun sebanyak 907 ribu metrik ton.
Pertamina baru bisa merealisasikan penyesuaian harga LPG 12 kg pada September ini. Sebab, pada Juli lalu ada momen puasa, Lebaran, dan pemilihan presiden. Hanung mengatakan  "Kami baru bisa mengeksekusi September ini dan hanya mengurangi kerugian Rp 425 miliar," ujarnya

            Pertamina hari ini telah menaikkan harga LPG 12 kg sebesar Rp 1.500 per kg. Dengan kenaikan ini, harga jual rata-rata LPG 12 kg dari Pertamina menjadi Rp 7.569 per kg dari sebelumnya Rp 6.069 per kg. Dengan ditambahkan dengan komponen biaya lain, seperti transportasi, filling fee, margin agen, dan PPN, maka harga jual di agen menjadi Rp 9.519 per kg atau Rp 114.300 per tabung
            Kenaikan harga tersebut cukup signifikan dari sebelumnya Rp 92.800 per tabung. Namun, harga sebesar Rp 114.300 per tabung masih akan mengalami kenaikan sekitar Rp 3 ribu-5 ribu per tabung ketika sampai di tingkat warung. "Saya sampaikan harga di tingkat warung akan lebih mahal Rp 3-5 ribu per tabung," ujar Hanung. Dan ucap Dahlah "Saya ini kan bapaknya Pertamina, Pertamina harus mengusulkan kenaikan harga, disetujui atau tidaknya, Pertaminan sudah terbebas dari kesalahan,"  di gedung Kemenko Perekonomian Jakarta, Selasa 5 Maret 2013.
Menurut Dahlan, Pertamina mengalami kerugian besar dalam menjual LPG 12 Kg. Kalau pemerintah membiarkan maka akan menjadi kesalahan Pertamina.
dan ujarnya "Pertamina itu ruginya kira-kira Rp5 triliun tapi secara keseluruhan labanya Rp25 triliun. Dan BPK akan menyalahkan Pertamina kalau membiarkan dirinya merugi, makanya kita usulkan,".Akan tetapi, Dahlan tidak berani mengatakan setuju atau tidaknya untuk menaikan harga LPG 12 Kg. "Saya bukan orang yang memberikan restu atau bukan, usulan kenaikan ini nantinya disetujui atau tidaknya juga tidak apa-apa," ucapnya.               PT Pertamina mengusulkan untuk menaikkan harga gas LPG  non subsidi 12 kilo gram (kg) menjadi Rp95.600 per tabung atau naik Rp25.400. Sebab Pertamina harus nombok Rp5.152 per kg dalam bisnis elpji non subsidi 12 kilo gram (kg). Inilah berita yang saya dapatkan dari internet tentang kenaikan harga LPG 12 kg. words : 527.

By: Imron Agung Khoirudin

Monday, September 29, 2014

Posted by imron agung On 11:17:00 PM


 

 


DI TENGAH tengah hiruk-pikuk perpolitikan khususnya di Indonesia seperti sekarang ini, para penguasa bukan lagi menampilkan wajah agama di atas tahta kekuasaannya sehingga yang terjadi bangsa ini dibawa pada titik gelap persoalan kebangsaan yang tidak berujung pangkal.
Bahkan pergantian kepemimpinanpun tidak memberikan tawaran yang lebih menarik ditimbang persediaan kita untuk menanti datangnya keajaiban kecil, sehingga bangsa ini mampu bangkit dari keterpurukannya.
Sebab bangsa ini telah mengalami krisis kepercayaan yang begitu kompleks pada seluruh aspek dan ranah kehidupan yang ada. Itulah fakta dari sebuah sejarah yang meninggalkan jejak luka dan trauma yang mendalam.
Mungkin kita telalu lama dijajah atau belum siap menghadapi pertarurang maha dasyat dunia global (yang boleh jadi sangat kejam) seperti sekarang ini.
Ketika seorang pemilik koran besar seperti Dahlan Islam diangkat menjadi Menteri BUMN, tiba-tiba banyak orang terkaget-kaget karena sang menteri bisa naik-turut kereta murah (KRL) dan blusukan naik ojeg.
Masyarakat, pejabat, protokoler, rupanya tidak biasa dengan sidak mendadak gaya sang menteri yang sederhana dan mengejutkan seperti itu. Mengapa demikian? Bukankah Dahlan Islam seorang wartawan yang memang dari “sana nya” sudah terbiasa dengan kegiatan tanpa protokoler?
Mungkin, jawaban sementara bisa ditebak. Karena kita dan para pejabat menempatkan jabatan itu adalah anugrah yang layak diperebutkan. Sehingga menjadi sesuatu yang prestise (istimewa). Boleh jadi karena kelamaan menjadi miskin, saat berkuasa para pejabat selalu minta dilayani, bukan melayani.
Pada saat yang sama, peran-peran agama dikerdilkan dalam konteks kekuasaan, maka, ketika seseorang berkuasa, ia sering silap. Saat berkuasa ia bukan lagi memakmurkan dan mengayomi masyarakat, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Sering menindas dan minta dilayani.
Jika demikian, implikasi selanjutnya adalah rusaknya tatanan suatu bangsa dan hancurnya budaya-budaya etis yang telah tertata rapi.
Dari sini, kita perlu melihat kembali keberhasilan seorang keberhasilan pemimpin besar, Rasulullah Muhammad Salallahu Alaihi Wassallam dalam mengatur tatanan masyarakat.
Tidak sedikit kita dapatkan sejarah yang menegaskan bahwa ketika dalam peperangan yang disitu ada resiko besar, mulai dari resiko luka sampai resiko kematiaan, Nabi Sallallahu Aalaihi Wassalam malah tampil pada barisan paling depan, tapi begitu menyangkut pembagian harta ghanimah (harta rampasan peraang), Nabi malah berada pada barisan paling belakang.
Rasulullah, dikenal sebagai seorang pemimpin yang sederhana dan suka membantu umatnya dengan tangannya sendiri secara langsung.
Dari Ibnu Abid-Dunia pernah mengabarkan, Rasulullah adalah sosok pemimpin yang selalu membantu orang dengan tangannya sendiri. Beliau menambal bajunya pun dengan tangannya sendiri. Beliau bahkan tidak pernah makan siang dan malam secara teratur selama tiga hari berturut-turut, sehingga beliau kembali ke rahmatullah.
Tarmidzi memberitakan dari Ibnu Abbas ra. Katanya: “Rasulullah Salallahu Alaihi Wassalam sering tidur malam demi malam sedang keluarganya berbalik-balik di atas tempat tidur karena kelaparan, karena tidak makan malam. Dan makanan mereka biasanya dari roti syair yang kasar. Bukhari pula meriwayatkan dari Abu Hurairah ra. katanya: Pernah Rasulullah mendatangi suatu kaum yang sedang makan daging bakar, mereka mengajak beliau makan sama, tetapi beliau menolak dan tidak makan. Dan Abu Hurairah ra. berkata: Rasulullah SAW meninggal dunia, dan beliau belum pernah kenyang dari roti syair yang kasar keras itu.” (At-Targhib Wat-Tarhib, 5:148 dan 151)
Inilah Rasulullah Sang Pemimpin sungguhan yang semua perilakunya layak menjadi teladan. Beliau selalu menempatkan kepentingan orang lain di atas kepentingan diri dan keluarganya. Pola hidupnya sederhana meskipun beliau bisa memilih hidup kaya bila beliau mau.
Maka tidak salah jika Beliau berwibawa bukan karena menggunakan kekuasaan, kekerasan atau kekayaan. Beliau tidak perlu ngasih makanan dan pakaian gratis kepada umat. Beliau berwibawa karena dicintai oleh umatnya. Sekali lagi dia dicintai selain karena akhlaknya yang mulia juga karena Beliau telah menjadikan agama sebagai asas dan worldview bagi setiap perilakunya.
Karena itulah, Will Durant dalam “The Story of Cifilization” ketika mengomentari keberhasilan kepemimpinan Nabi Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam mengatakan, “Dia berhasil lebih sempurna dari pembaharu manapun, belum pernah ada orang yang begitu berhasil mewujudkan mimpi-mimpinya seperti Dia. Dia datang seperti sepercik sinar dari langit, jatuh ke padang pasir yang tandus, kemudian meledakkan butir-butir debu menjadi mesin yang membakar angkasa sejak Delhi hingga Granada.”
Napoleon Bonaparte juga pernah menulis, “I prise god and have references for the holy prophet Muhammad and the holy Qur’an.” (saya menyembah Tuhan, tapi juga memuji Muhammad dan al-Qur’an).
Sementara Micheal Hart menulis, “A striking example of this my rangkin Muhammad higher than jesus, in large part because of my believe that Muhammad had a much greater personal influence on the formulation of the christian religion.” (sebuah contoh yang sangat tegas adalah urutan Muhammad lebih tinggi dari yesus, terutama disebabkan oleh pengaruhnya yang luar biasa pada perumusan agama yang dianut orang Islam melebihi perumusan Yesus terhadap agama Kristen).
Dari beberapa pernyataan di atas, setidaknya dapat diambil benang merah bahwa keberhasilan Nabi Muhammad sebagai pemimpin, baik spiritual maupun negara, tidak hanya membuat bangga para pengikutnya melainkan juga dapat menggetarkan jiwa dan memukau hati manusia seantero alam.
Lalu faktor apa yang menyebabkan kepemimpinan beliau begitu unik dan mampu menggetarkan jiwa banyak manusia baik kawan maupun lawan?
Agama Sebagai Panglima
Dahulu, banyak orang ramai-ramai terjun ke dunia politik dan kekuasaan karena panggilan jiwa untuk bisa ber-fastabikul khairat (berlomba-lomba berbuat baik) menyelamatkan negara dan mengangkat derajat rakyatnya.
Tetapi saat ini, orang berpolitik, ingin jadi anggota dewan di parlemen, semata-mata ingin cepat kaya. Ambisi yang sangat menonjol hanya untuk mengejar kekuasaan, tanpa harus memiliki visi apapun. Karena cita-cita mereka bukan hendak mengatur kehidupan ini, tetapi semata untuk mengumpulkan kekayaan, karena itu eskalasi korupsi dalam tatanan politik baru itu sangat tinggi.
Fakta cukup jelas, ketika Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan rekening gendut para PNS muda (berusia sekitar 28 tahun dengan jumlah kekayaan lebih dari Rp 100 miliar). Belum lagi korupsi kakap lain di Negeri ini.
Apa yang membedakan cara Muhammad Salallahu Alaihi Wassalam memimpin umatnya dan mengelola negara dengan para pemimpin-pemimnpin jaman ini?
Jawabannya, tidak lain disamping kepribadian beliau (Muhammad) yang agung dan sangat memukau juga karena beliau menjadikan agama (Islam) sebagai panglima dari kekuasaan. Sementara pemimpin abad ini, selalu menjadikan politik sebagai panglima.
Muhammad senangtiasa menjadikan pesan dan nilai agama sebagai dasar, sumber, prinsip dan acuan di dalam menyelenggarakan tata kehidupan dalam bermasyarakat dan bernegara, sementara kita justru ingin menjauhkannya.
Yang mengerikan, pola semacam ini bahnya terjadi pada pemimpin-pemimpin baru yang justru berlatar belakang santri. Mereka yang dulu rajin “mengaji” ketika di kampus, justu lupa ilmunya ketika berkuasa.
Agama tidaklah semata-mata cakupan akidah, bukan pula semata-mata ibadah ritual, akan tetapi agama sebagai asas atau pandangan hidup (worlview), dan menolak agama adalah suatu kebiadaban.
Thomas Wall mengatakan bahwa kepercayaan pada Tuhan adalah inti dari semua worldview. Artinya kalau seorang penguasa itu benar-benar percaya pada Tuhan bahwa dibalik kekuasaannya ada amanah, ia pasti yakin bahwa baik-buruk, salah-benar serta kekuasaan berasal dari Tuhan. Inilah worlview.
Karena sikap dan perbuatannya itu, para Sahabat Nabi telah menjadikan Rasulullah lebih dicintainya dibandingkan dengan ayah, ibu, anak, istri bahkan diri mereka sekalipun.
Belum pernah ditemukan dalam satu sejarah peradaban dunia manapun, seorang pemimpin yang dicintai oleh rakyatnya melebihi kecintaan para Sahabat terhadap Rasulullah.
Para Sahabat telah menjadikannya sebagai pemimpin, guru dan panglima serta teladan dalam kehidupan mereka. Mereka rela mengorbankan jiwa dan raga untuk Rasulullah, mereka rela menjadikan dirinya sebagai tameng untuk membela Rasulullah, mereka juga menghibahkan seluruh tenaga dan harta bendanya demi perjuangan yang dilakukan oleh Baginda Muhammad. Itulah dampak dan hasil seorang pemimpin yang menjadikan Islam sebagai pandangan hidup (worldview)-nya. Wallahu a’lam.

Posted by imron agung On 10:54:00 PM

Tujuan Suatu Bisnis

Kuliah IV:

A.    TUJUAN SUATU BISNIS

Pada hakikatnya bisnis didirikan untuk:
  1. Memenuhi kebutuhan orang lain/masyarakat
  2. Mencari Laba dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a.       Dari mana laba berasal
b.      Motif laba untuk memahami bisnis

B.     SUMBERDAYA YANG DIGUNAKAN DALAM BISNIS

Sumberdaya merupakan faktor-faktor produksi yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk, baik barang maupun jasa dapat berupa :
  1. Sumber daya alam
  2. Sumber daya manusia
  3. Modal
  4. Kewirasusahaan (enterpreneurship)

C.    STAKEHOLDER DALAM BISNIS

Pemangku kepentingan (stakeholders) merupakan orang-orang yang memiliki kepentingan dalam bisnis dan terlibat dalam pengelolaan bisnis, terdiri dari :
  1. Pemilik
  2. Kreditor
  3. Karyawan
  4. Suplier
  5. Pelanggan
Posted by imron agung On 10:27:00 PM





KEDUDUKAN SISTEM EKONOMI ISLAM DALAM DUNIA

A. PENDAHULUAN
Makalah ini ini membahas tentang kedudukan sistem ekonomi Islam dalam sistem ekonomi besar dunia lainnya, khususnya sistem ekonomi kapitalis dan sosialis. Pada tahap awal akan dibahas sistem ekonomi kapitalis, selanjutnya dibahas sistem ekonomi sosialis untuk bahan perbandingan, dan terakhir sistem ekonomi Islam yang kemudian dilihat posisinya berada dimana, lebih dekat ke kapitalis atau sosialis? Pada bahasan tentang kapitalisme akan diuraikan perihal seluk beluk sistem ekonomi kapitalis murni hingga dalam perkembangannya telah mengalami transformasi menjadi sistem ekonomi kapitalis neoliberal. Pada bagian awal dipaparkan perihal filosofi (paham/ideologi) yang mendasari sistem ekonomi kapitalis (murni) dan menjadi landasan gerak sistem tersebut. Uraian dipertajam dengan menelaah ciri-ciri dan karakteristik penerapan sistem ekonomi kapitalis murni secara teoritik dan empirik. Untuk memperkaya pemahaman, maka disajikan ilustrasi praktek penerapan sistem ekonomi kapitalis di dunia. Selanjutnya dibahas perihal transformasi sistem ekonomi kapitalis murni menjadi sistem ekonomi kapitalis neoliberal dengan perkembangannya yang makin pesat hingga sekarang. Secara khusus dipaparkan ideologi yang mendasari sistem ekonomi tersebut, yaitu neoliberalisme. Paparan diperjelas dengan penelaahan ciri-ciri dan karakteristik sistem ekonomi kapitalis neoliberal dan penerapannya di negara-negara dunia, khususnya di Indonesia.
Berikutnya makalah ini membahas perihal pengertian dan konsep dasar sistem ekonomi sosialis-komunis murni dan variasinya dalam perkembangan sejarah. Di sana akan dipaparkan filosofi (paham/ideologi) yang menjadi dasar sistem ekonomi sosialis-komunis. Bahasan diikuti dengan uraian perihal ciri-ciri sistem ekonomi sosialis-komunis (murni) sesuai dengan pandangan pemikir-pemikirnya. Untuk memperkaya pemahaman tentang sosialis maka akan diuraikan ilustrasi praktek berlakunya sistem ekonomi sosialis-komunis di dunia. Seterusnya  akan dibahas perkembangan pemikiran dan praktek sistem ekonomi sosialis yang telah mengalami perubahan (transformasi) ke dalam  sistem ekonomi sosialis pasar (market socialism). Selanjutnya akan diuraikan bagaimana sistem ini berbeda dengan sistem sosialis-komunis (murni) dalam hal ciri-ciri penerapannya yang sudah mengalami modifikasi (penyesuaian) dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat. Pada bagian akhir pembahasan tentang siste ekonomi Sosialis akan diberikan contoh kasus penyelenggaraan sistem ekonomi sosialis-pasar tertutama di negara-negara yang dulunya berpaham komunis seperti halnya China.
Terakhir, akan dibahas secara lengkap tentang sistem ekonomi Islam dan seluk beluknya. Setelah itu, penulis akan mencoba memberikan analisis secara tajam dan mendalam tentang posisi sistem ekonomi Islam, apakah lebih dekat dengan sistem ekonomi Kapitalis atau Sosialis? Inilah pertanyaan inti yang akan dijawab oleh makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi pemikiran yang positif untuk memperjelas kedudukan sistem ekonomi Islam dalam sistem-sistem ekonomi dunia lainnya kapitalis dan sosialis.
B. SISTEM EKONOMI KAPITALIS
B.1.   Filosofi Sistem Ekonomi Kapitalis
Sistem Ekonomi Kapitalis muncul pada abad ke-17 ketika dominasi gereja di Eropa mulai runtuh. Dominasi gereja, yang mendoktrinkan kepentingan gereja di atas segala kepentingan,  diruntuhkan oleh pandangan yang menekankan pada liberalisme, individualisme, rasionalisme atau intelektualisme, materialisme dan humanisme. Pemikiran-pemikiran tersebut menjadi dasar Sistem Ekonomi Kapitalis. Pemikiran liberalisme meletakkan kebebasan individu sebagai hal yang paling utama. Rasionalisme mengajarkan bahwa peranan rasio (pikiran) lebih penting daripada perasaan.  Materialisme  adalah paham yang menyatakan bahwa hakikat kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris, yaitu diraba, didengar, dan dirasa. Sementara itu humanisme adalah paham yang menyatakan bahwa bagi manusia yang penting adalah kehidupan di dunia ini, hidup sesudahnya di luar jangkauan manusia sehingga tidak perlu dipikirkan (Hudiyanto, 2004: 21).
Jika sebelumnya gereja dengan doktrin-doktrinnya menghalang-halangi umat Kristen untuk mengumpulkan kekayaan karena kekayaan sepenuhnya milik gereja, maka setelah keruntuhannya masyarakat Eropa pada zaman itu mulai benar-benar memikirkan penimbunan kekayaan. Pada saat yang sama terjadi perubahan fokus mendapatkan kekayaan. Jika sebelumnya, mereka sangat tergantung dengan perdagangan maka setelah kemunculan penemuan teknologi baru seperti mesin uap, mereka beralih pada industri. Modal yang semula dialokasikan pada perdagangan dialihkan pada pembangunan industri. Pada masa itulah muncul Adam Smith (1776) yang menjadi peletak ideologi kapitalisme.
B.2 Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis:
a.   Penjaminan atas hak milik perseorangan
Hak milik pribadi adalah hal yang paling penting dalam kapitalisme.  Setiap orang berhak menimbun kekayaan pribadi sebesar-besarnya tanpa mengindahkan posisi orang lain yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan hal yang sama.
b.   Mementingkan diri sendiri (self interest)
Karena menekankan individualisme, maka dalam Sistem Ekonomi Kapitalis setiap individu sepenuhnya dibebaskan berorientasi pada diri sendiri. Segala aktivitas ekonomi dan sosial yang dilakukan sepenuhnya untuk kepentingan diri sendiri. Para kapitalis mempercayai kehadiran “tangan-tangan gaib” (invisible hands) yang akan mempertemukan setiap kepentingan individu tersebut dalam sebuah titik keseimbangan (equilibrium).
c.   Pemberian kebebasan penuh
Paham liberalisme yang menjadi dasar pemikiran kapitalisme memungkinkan setiap pihak memiliki kebebasan penuh untuk melakukan aktivitas ekonomi. Campur tangan negara dalam aktivitas ekonomi dibatasi hanya sebagai penyedia fasilitas dan pengatur lalu lintas sehingga semua orang dapat melakukan aktivitas ekonominya dengan lancar. Para kapitalis percaya jika setiap individu mendapatkan kepuasan maka akan tercipta kemakmuran dalam masyarakat (harmony of interest). Pemberian kebebasan kepada para pelaku ekonomi ini diyakini dapat diikuti dengan ketertiban dalam kehidupan karena ada “tangan-tangan gaib” yang membawa pada titik keseimbangan.
d.   Persaingan bebas (free competition)
Dalam sistem kapitalis, persaingan antarpelaku ekonomi di masyarakat dimungkinkan. Persaingan dapat terjadi antarpenjual yang dapat memberikan kualitas terbaik kepada pembeli. Sebaliknya beberapa pembeli dapat saling bersaing untuk memberikan harga terbaik. Secara umum pasar diibaratkan sebagai pasar persaingan sempurna, yaitu situasi ketika posisi tawar masing-masing produsen dan konsumen seimbang, sehingga pembeli dan penjual tidak dapat menjadi penentu harga (price setter) tetapi hanya bertindak sebagai pengambil harga (price taker). Harga yang disepakati adalah harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan.
e.   Harga sebagai penentu (price system)
Para kapitalis sangat percaya pada mekanisme pasar yang bekerja menentukan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan barang dan jasa. Dalam kondisi apapun negara tidak boleh melakukan intervensi terhadap pasar. Jika pada satu waktu penawaran berlebihan sehingga mengakibatkan merosotnya harga, maka negara diminta diam saja karena mekanisme pasar dengan sendirinya akan menentukan harga keseimbangan baru.
f.    Peran negara minimal
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, pada Sistem Ekonomi kapitalis mekanisme pasarlah yang satu-satunya diyakini baik dan boleh bekerja di pasar. Oleh karena itu negara memiliki peran yang sangat minim. Negara hanya menjaga keamanan dan ketertiban, menetapkan hak-hak kekayaan pribadi, menjamin perjanjian kedua belah pihak ditaati, menjaga persaingan tanpa hambatan, mengeluarkan mata uang, dan menyelesaikan persengketaan pihak buruh dan pemilik modal.
Sistem Ekonomi Kapitalis memberikan kebebasan individu untuk berusaha mendapatkan kekayaan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya. Kebebasan tersebut mendorong individu melakukan berbagai inovasi ekonomi dan teknologi yang mendorong kemajuan.  Namun, kapitalisme membuat pihak yang tidak memiliki posisi tawar (modal) yang sama dengan pihak lain secara struktural tidak akan dapat bekerja dalam pasar, sehingga ia tidak dapat mencapai kemakmuran. Padahal posisi tawar yang tidak seimbang inilah yang banyak terjadi dalam kehidupan nyata.
Akibatnya terjadi monopoli, pasar hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja.  Apabila monopoli terjadi maka terjadi ketimpangan kemakmuran. Pihak yang dapat bekerja di pasar akan mendapatkan kemakmuran yang besar sedangkan sebaliknya pihak yang “tersingkir” dari pasar tidak akan sejahtera. Jika semua orang berorientasi pada diri mereka sendiri, maka kepentingan publik akan terabaikan, misalnya pembangunan jembatan umum, rumah sakit, dan jalan raya tidak akan dilakukan karena dianggap tidak menguntungkan secara ekonomi.
B.3. Perkembangan Ekonomi Kapitalis Neoliberal
Sistem Ekonomi Kapitalis yang muncul sejak abad ke-17 telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Jika sebelumnya sistem ekonomi bekerja di bawah lingkup negara (meskipun negara tidak diperbolehkan campur tangan) maka sekarang kapitalisme telah bergerak melampaui batas-batas wilayah negara.
Sistem Ekonomi kapitalis-neo liberal sering kali ditandai dengan globalisasi. Awal tahun 1990-an arus pemikiran tentang globalisasi ekonomi mewarnai hampir seluruh dunia. Terminologi yang berkaitan dengan globalisasi ini, seperti negara tanpa batas, liberalisasi ekonomi, perdagangan bebas, integrasi ekonomi dunia, dan sebagainya menjadi semacam dogma seolah itulah yang diyakini yang akan membawa dunia pada kemajuan ekonomi, hapusnya kemiskinan, serta mengecilnya kesenjangan antarnegara. Upaya ke arah globalisasi ini sangat didukung negara-negara adikuasa ekonomi, yang memang sudah akrab dengan liberalisasi ekonomi berabad lebih awal dibanding negara berkembang.
Bonnie Setiawan (2000: 4) menyebutkan bahwa ekonomi kapitalis neoliberal mulai berkembang sejak diterapkan pemerintahan Tatcher di Inggris dan Reagan di AS. Doktrin pokok dari ekonomi Neoliberal Thatcher adalah paham kompetisi – kompetisi di antara negara, di antara wilayah, di antara perusahaan-perusahaan, dan tentunya di antara individu. Kompetisi adalah keutamaan, dan karena itu hasilnya tidak mungkin jelek. Karena itu kompetisi dalam pasar bebas pasti baik dan bijaksana. Kata Thatcher suatu kali, “Adalah tugas kita untuk terus mempercayai ketidakmerataan, dan melihat bahwa bakat dan kemampuan diberikan jalan keluar dan ekspresi bagi kemanfaatan kita bersama”. Artinya, tidak perlu khawatir ada yang tertinggal dalam persaingan kompetitif, karena ketidaksamaan adalah sesuatu yang alamiah. Akan tetapi ini baik karena berarti yang terhebat, terpandai, terkuat yang akan memberi manfaat pada semua orang.
Hasilnya, di Inggris sebelum Thatcher, satu dari sepuluh orang dianggap hidup dibawah kemiskinan. Kini, satu dari empat orang dianggap miskin; dan satu anak dari tiga anak dianggap miskin. Thatcher juga menggunakan privatisasi untuk memperlemah kekuatan Serikat Buruh. Dengan privatisasi atas sektor publik, maka Thatcher sekaligus memperlemah Serikat-Serikat Buruh di BUMN yang merupakan terkuat di Inggeris. Dari tahun 1979 sampai 1994, maka jumlah pekerja dikurangi dari 7 juta orang menjadi 5 juta orang (pengurangan sebesar 29%). Pemerintah juga menggunakan uang masyarakat (para pembayar pajak) untuk menghapus hutang dan merekapitalisasi BUMN sebelum dilempar ke pasar. Contohnya Perusahaan Air Minum (PAM) mendapat pengurangan hutang 5 milyar pounds ditambah 1,6 milyar pounds dana untuk membuatnya menarik sebelum dibeli pihak swasta.
Demikian pula di Amerika, kebijakan neo-Liberal Reagan telah membawa Amerika menjadi masyarakat yang sangat timpang. Selama dekade 1980an, 10% teratas meningkat pendapatannya 16%; 5% teratas meningkat pendapatannya 23%; dan 1% teratas meningkat pendapatannya sebesar 50%. Ini berkebalikan dengan 80% terbawah yang kehilangan pendapatan; terutama 10% terbawah, jatuh ke titik nadir, kehilangan pendapatan15%. Sejak 1980-an pula, bersamaan dengan krisis hutang Dunia Ketiga, maka paham neo-Liberal menjadi paham kebijakan badan-badan dunia multilateral Bank Dunia, IMF dan WTO.
Tiga poin dasar neo-Liberal dalam multilateral ini adalah: pasar bebas dalam barang dan jasa; perputaran modal yang bebas; dan kebebasan investasi. Sejak itu Kredo neo-Liberal telah memenuhi pola pikir para ekonom di negara-negara tersebut. Kini para ekonom selalu memakai pikiran yang standard dari neo-Liberal, yaitu deregulasi, liberalisasi, privatisasi dan segala jampi-jampi lainnya. Kaum mafia Berkeley UI yang dulu neo-klasik, kini juga berpindah paham menjadi neo-liberal. Poin-poin pokok neo-Liberal dapat disarikan sebagai berikut:
1. ATURAN PASAR. Membebaskan perusahaan-perusahaan swasta dari setiap keterikatan yang dipaksakan pemerintah. Keterbukaan sebesar-besarnya atas perdagangan internasional dan investasi. Mengurangi upah buruh lewat pelemahan serikat buruh dan penghapusan hak-hak buruh. Tidak ada lagi kontrol harga. Sepenuhnya kebebasan total dari gerak modal, barang dan jasa.
2. MEMOTONG PENGELUARAN PUBLIK DALAM HAL PELAYANAN SOSIAL. Ini seperti terhadap sektor pendidikan dan kesehatan, pengurangan anggaran untuk ‘jaring pengaman’ untuk orang miskin, dan sering juga pengurangan anggaran untuk infrastruktur publik, seperti jalan, jembatan, air bersih – ini juga guna mengurangi peran pemerintah. Di lain pihak mereka tidak menentang adanya subsidi dan manfaat pajak (tax benefits) untuk kalangan bisnis.
3. DEREGULASI. Mengurangi paraturan-peraturan dari pemerintah yang bisa mengurangi keuntungan pengusaha.
4. PRIVATISASI. Menjual BUMN-BUMN di bidang barang dan jasa kepada investor swasta. Termasuk bank-bank, industri strategis, jalan raya, jalan tol, listrik, sekolah, rumah sakit, bahkan juga air minum. Selalu dengan alasan demi efisiensi yang lebih besar, yang nyatanya berakibat pada pemusatan kekayaan ke dalam sedikit orang dan membuat publik membayar lebih banyak.
5. MENGHAPUS KONSEP BARANG-BARANG PUBLIK (PUBLIC GOODS) ATAU KOMUNITAS. Masyarakat harus mencari sendiri solusinya atas tidak tersedianya perawatan kesehatan, pendidikan, jaminan sosial dan lain-lain; dan menyalahkan mereka atas kemalasannya (Setiawan, 2006: 3-5) .
Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program di Bank Dunia dan IMF ini, maka program neo-Liberal, mengambil bentuk sebagai berikut:
1. Paket kebijakan Structural Adjustment (Penyesuaian Struktural), terdiri dari komponen-komponen: (a) Liberalisasi impor dan pelaksanaan aliran uang yang bebas; (b) Devaluasi; (c) Kebijakan moneter dan fiskal dalam bentuk: pembatasan kredit, peningkatan suku bunga kredit, penghapusan subsidi, peningkatan pajak, kenaikan harga public utilities, dan penekanan untuk tidak menaikkan upah dan gaji.
2. Paket kebijakan deregulasi, yaitu: (a) intervensi pemerintah harus dihilangkan atau diminimumkan karena dianggap telah mendistorsi pasar; (b) privatisasi yang seluas-luasnya dalam ekonomi sehingga mencakup bidang-bidang yang selama ini dikuasai negara; (c) liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi termasuk penghapusan segala jenis proteksi; (d) memperbesar dan memperlancar arus masuk investasi asing dengan fasilitas-fasilitas yang lebih luas dan longgar.
3. Paket kebijakan yang direkomendasikan kepada beberapa negara Asia dalam menghadapi krisis ekonomi akibat anjloknya nilai tukar mata uang terhadap dollar AS, yang merupakan gabungan dua paket di atas ditambah tuntutan-tuntutan spesifik disana-sini.
Menurut Wyane Ellwood, proses globalisasi sudah mulai sejak lima abad yang lalu (abad ke-16) dengan dimulainya era kolonialisme Eropa. Perkembangan mutakhir adalah munculnya integrasi kawasan Asia Pasifik melalui dibentuknya Asia-Pacific Economic Forum (APEC) yang dimotori negara-negara seperti Australia, Amerika, dan Kanada. Kemudian General Agreement on Tariff and Trade (GATT) pada tahun 1995 diperluas menjadi General Agreement on Trade and Service (GATS) dan dibentuk organisasi yang kini dikenal dengan World Trade Organization (WTO). WTO didasari pada asumsi bahwa perdagangan bebas dunia akan meningkatkan perdagangan dunia. Berbagai perangkat organisasi ekonomi dunia itu diharapkan akan membantu percepatan perwujudan globalisasi untuk mengangkat kemakmuran dunia.
Namun di penghujung tahun 1990-an gerakan berlawanan arah dengan kecenderungan globalisasi justru yang menguat. Globalisasi kini terus digugat banyak negara. Impian untuk percepatan pembangunan ekonomi dan penghapusan kemelaratan ternyata tidak mewujud. Situasi yang ada justru melahirkan keadaan sebaliknya, dan ketimpangan negara kaya-miskin dinilai makin membesar. Perusahaan besar dan negara kaya mengambil untung lebih besar dari globalisasi ekonomi tersebut. Diperkirakan  25 persen perdagangan dunia berlangsung dalam perusahaan global atau intra-company trade. Porsi yang sama juga terjadi antara negara maju yang tergabung dalam European Community (EC) dan NAFTA. Hanya sebagian kecil dari perdagangan dunia ini yang bisa dinikmati negara-negara berkembang. Hal yang sama juga terjadi dalam liberalisasi finansial, yang dikendalikan oleh lembaga keuangan internasional serta dikomando negara-negara adikuasa ekonomi dan pemilik modal di pasar uang dunia.
Kesimpulan dari uraian yaitu bahwa pemikiran-pemikiran liberalisme, rasionalisme, materialisme, dan humanisme menjadi dasar Sistem Ekonomi Kapitalis. Pemikiran liberalisme meletakkan kebebasan individu sebagai hal yang paling utama. Rasionalisme mengajarkan bahwa peranan rasio (pikiran) lebih penting daripada perasaan.  Materialisme  adalah paham yang menyatakan bahwa hakikat kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara empiris, yaitu diraba, didengar, dan dirasa. Sementara itu humanisme adalah paham yang menyatakan bahwa bagi manusia yang penting adalah kehidupan di dunia ini, hidup sesudahnya di luar jangkauan manusia sehingga tidak perlu dipikirkan
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Kapitalis adalah adanya penjaminan atas hak milik perseorangan, mementingkan diri sendiri (self interest), pemberian kebebasan penuh, persaingan bebas (free competition), harga sebagai penentu (price system), dan peran negara minimal. Tiga poin dasar ekonomi kapitalis neo-Liberal dalam multilateral adalah: pasar bebas dalam barang dan jasa; perputaran modal yang bebas; dan kebebasan investasi. Sejak itu Kredo neo-Liberal telah memenuhi pola pikir para ekonom di negara-negara tersebut. Kini para ekonom selalu memakai pikiran yang standard dari neo-Liberal, yaitu deregulasi, liberalisasi, privatisasi dan segala jampi-jampi lainnya.
C. SISTEM EKONOMI SOSIALIS
C.1. Sejarah Perkembangan Sistem Ekonomi Sosialis
Munculnya paham sosialis merupakan antithesa dari sistem ekonomi kapitalis. Ada keterkaitan erat, baik kritik Marx terhadap sistem ekonomi kapitalis maupun evedensi pijakan teori paham sosialis. Marx secara jujur, bahkan lebih jujur dari kaum feodal sendiri, mengakui bahwa pada tataran nilai, terutama kapitalis-feodal memang penuh dengan nilai suci dan luhur, dengan sikap dan adat seperti kerukunan, kegotong-royongan, dan penghormatan terhadap penguasa atau bangsawan, dengan tatanan sosial di mana kedudukan di atas dan di bawah dianggap sesuatu yang adi duniawi. Namun dari nilai suci ini pula, Marx menemukan arah terjangnya terhadap kapitalis yang kemudian, dalam teorinya, dijadikan hulu ledak bagi lahirnya revolusi sosial.
Menurut Karl Marx segala macam hubungan, tatanan, sikap, perasaan, upacara, dan norma feodal itu sebenarnya tidak lebih dari pada selubung suci (dari sini pula kemudian Marx mengatakan bahwa agama adalah candu) yang menutup-nutupi eksploitasi kelas-kelas atas feodal terhadap kelas-kelas bawah. Di belakang perasaan sungkan dan hormat masyarakat terhadap penguasa serta kepercayaannya akan kebaikannya tersembunyilah kerakusan kelas-kelas atas yang hidup dari pekerjaan rakyat. Nilai-nilai feodal tidak lebih dari selubung idelogis kenyataan bahwa masyarakat feodal adalah masyarakat berdasarkan penghisapan manusia atas manusia, yang menyebabkan alienasi, keterasingan seseorang dari apa yang telah dibuat oleh tangannya sendiri.
Eksploitasi dan persaingan inilah yang kemudian membentuk kelas proletarian. Sebagaimana diketahui hukum keras kapitalisme adalah persaingan. Demi persaingan, produktivitas produksi harus ditingkatkan terus-menerus. Artinya, biaya produksi perlu ditekan serendah mungkin sehingga hasilnya dapat dijual semurah mungkin dan dengan demikian menang terhadap hasil produksi saingan. Dengan demikian, lambat-laun semua bentuk usaha yang diarahkan secara tidak murni ke keuntungan akan kalah. Dan itu berarti bahwa hanya usaha-usaha besar yang dapat survive. Toko-toko dan perusahaan-perusahaan kecil tidak dapat menyaingi efisiensi kerja usaha-usaha besar. Lama-kelamaan semua bidang produksi maupun pelayanan dijalankan secara kapitalistik. Yang akhirnya tinggal dua kelas sosial saja; para pemilik modal yang jumlahnya sedikit dan modalnya amat besar, dan kelas buruh yang jumlahnya banyak dan tak punya apa-apa.
Kelas buruh menjadi semakin sadar akan situasinya, akan ekploitasi yang mereka derita, akan kesamaan situasi mereka sebagai kelas proletariat. Mereka berhadapan dengan kaum kapitalis, kemudian kaum buruh mengorganisasikan diri dalam serikat-serikat buruh. Dengan demikian perjuangan proletarian semakin efektif. Solidaritas antara mereka semakin besar. Menurut Marx, kaum kapitalis yang memproduksi kelas proletar yang akan menghancurkan kapitalis sendiri, yakni ledakan revolusioner oleh kaum proletar yang tak dapat dihindari.
Revolusi itu pada permulaannya, kata Marx, bersifat politis; proletariat merebut kekuasaan negara dan mendirikan “kediktatoran proletaritat”, mereka menggunakan kekuasaan negara untuk menindas kaum kapitalis untuk mencegah kaum kapitalis memakai kekayaan dan fasilitas luas yang masih mereka kuasai. Apabila sisi-sisi perbedaan kelas dalam masyarakat sudah hilang, maka dengan sendirinya kediktatoran proletariat juga hilang karena tidak ada kelas yang perlu diawasi dan ditindas lagi. Jadi dengan merebut kekuasaan dan menghapus hak milik pribadi, proletariat akhirnya menciptakan masyarakat tanpa kelas. Dalam masyarakat tanpa kelas, negara sebagai ‘panitia untuk mengurus kepentingan borjuis’ tidak mempunyai dasar lagi; “negara tidak ‘dihapus’, negara menjadi layu dan mati sendiri. Maka komunisme itu adalah ‘loncatan umat manusia dari kerajaan keniscayaan ke dalam kerajaan kebebasan’ (Hadi, 2006: 1-2).
C.2. Konsep Pemikiran Ekonomi Sosialis
Darsono (2002: 1) mengemukakan bahwa sosialisme ialah suatu ideologi yang mengagungkan kapital milik bersama seluruh masyarakat atau milik negara sebagai alat penggerak kesejahteraan manusia. Kepemilikan bersama kapital atau kepemilikan kapital oleh negara adalah dewa di atas segala dewa, artinya semua yang ada di dunia ini harus dijadikan kapital bersama seluruh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan melalui sistem kerja sama, hasilnya untuk memenuhi kebutuhan hidup bersama, dan distribusi hasil kerja berdasar prestasi kerja yang telah diberikan. Rousseau mengajukan pendapat bahwa hak milik perorangan merupakan perampokan dan dalam tata kehidupan ilmiah hal semacam itu tidak dikenal. Dalam rumusan slogan sosialis yang sangat terkenal, Louis Blanc menyatakan “setiap orang bekerja sesuai kemampuannya dan setiap orang mendapat bagian sesuai kebutuhannya”.
Ideologi sosialisme hakikatnya adalah menelanjangi keserakahan kapitalisme. Bapak ideologi  sosialisme adalah Karl Marx dengan Teori Materialisme Dialektika dan Materialisme Historis, dan Das Kapital. Kemudian ideologi sosialisme dikembangkan oleh Althusser dengan Teori Strukturalisme, Antonio Gramsci dengan Teori Hegemoni, Samir Amin dan Adre Gunder Frank dengan Teori Ketergantungan, Max Hokreimer, Hebert Marcuse, Theodor W. Adorno dengan Teori Kritisnya yang ingin membebaskan manusia dari belenggu penindasan dan penghisapan, tetapi anti dogmatisme yang artinya Marxisme tidak boleh dijadikan dogma (keyakinan membuta).
Pemikiran Sistem Ekonomi Sosialis sesungguhnya telah muncul sejak abad ke-16 yang disebut sebagai sosialisme utopis. Polarisasi yang tajam antara si kaya dan si miskin dalam struktur sosial ekonomi masyarakat Inggris pada abad ke-16 memunculkan berbagai kritik, yang konsepnya disebut sebagai “sosialisme utopia”. Gagasan ini merupakan tanggapan langsung pada tahap awal perkembangan kapitalisme, termasuk yang sebelum dikonsepsikan secara sistematis oleh Adam Smith pada tahun 1776. Tokoh-tokoh penganjur sosialisme utopia di antaranya adalah Thomas More (1478-1535), Tomasso Campanella (1568-1639), Franscis Bacon (1560-1626), dan dikembangkan oleh Robert Owen (1771-1858), Charles Fourer (1772-1837), dan Louis Blanc (1811-1882).
Marx menyumbang  kepada teori pembangunan ekonomi dalam tiga hal, yaitu dalam arti luas memberikan penafsiran sejarah dari sudut ekonomi, dalam arti sempit merinci kekuatan yang mendorong perkembangan kapitalis, dan terakhir menawarkan jalan alternatif tentang pembangunan ekonomi terencana.
Penafsiran secara materialistik terhadap sejarah yang mencoba untuk memperlihatkan bahwa semua peristiwa sejarah adalah hasil perjuangan ekonomi yang terus-menerus diantara berbagai kelas dan kelompok dalam masyarakat. Sebab utama perjuangan adalah pertentangan antara cara produksi dengan hubungan produksi. Cara produksi menunjuk pada perjanjian produksi tertentu dalam masyarakat yang menentukan keseluruhan cara hidup sosial, politis, dan keagamaan. Hubungan produksi berhubungan dengan struktur kelas masyarakat yang ditandai secara khas oleh komponen berikut:
  1. Organisasi buruh dalam bentuk pembagian kerja dan kerja sama, keterampilan kerja dan status buruh dalam konteks sosial yang berhubungan dengan tingkat kebebasan atau perbudakan.
  2. Lingkungan geografis dan pengetahuan tentang pemanfaatan sumber dan bahan.
  3. Proses dan sarana teknik dan keadaan ilmu pengetahuan pada umumnya.
Menurut Marx, setiap struktur kelas masyarakat terdiri dari kelas pemilik tanah dan bukan pemilik tanah. Karena cara produksi tunduk pada perubahan maka evolusi masyarakat akan terjadi apabila kekuatan produksi bertentangan dengan struktur kelas masyarakat. Hubungan pemilikan yang ada berubah menjadi belenggu karena kekuatan produksi itu. Kemudian datanglah periode revolusi sosial. Periode ini menuju ke arah perjuangan kelas antara orang kaya dengan orang miskin, yang akhirnya meruntuhkan seluruh sistem sosial tersebut. Tetapi bagi Marx tidak pernah ada tatanan masyarakat yang menghilang sebelum keseluruhan kekuatan produksi tuntas berkembang, dan hubungan produksi yang baru dan lebih tinggi tidak pernah akan muncul sebelum kondisi material kehadirannya matang di dalam kandungan masyarakat yang lama.
Marx menggunakan teori nilai lebih sebagai basis ekonomi bagi perjuangan kelas di dalam kapitalisme, dan atas dasar teori nilai lebih inilah ia membangun suprastruktur analisa pembangunan ekonominya. Perjuangan kelas semata-mata hasil dari penumpukan nilai lebih di tangan segelintair kapitalis. Kapitalisme menurut Marx terbagi  ke dalam dua kelompok besar, yaitu para pekerja yang menjual tenaga buruh dan para kapitalis yang memiliki alat-alat produksi. Tenaga buruh serupa dengan komoditi lainnya. Pemilik tenaga menjual tenaganya menurut harga dalam pasar tenaga kerja, yaitu nilainya. Nilai disini sama dengan nilai komoditi lain, merupakan jumlah tenaga yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga buruh tersebut. Dengan perkataan lain, nilai tenaga buruh adalah nilai dari sarana kehidupan yang diperlukan untuk mempertahankan hidupnya, ditentukan oleh jumlah jam yang diperlukan untuk menghasilkan tenaga buruh itu.
Nilai komoditi yang diperlukan untuk nafkah kehidupan buruh tidak pernah sama dengan nilai produk buruh tersebut.  Jika seorang buruh bekerja sehari sepuluh jam, tetapi ia memerlukan enam jam untuk menghasilkan barang-barang guna memenuhi kehidupannya ia akan digaji sama dengan enam jam tenaga. Perbedaan senilai empat jam tenaga itu masuk ke kantong kapitalis dalam bentuk keuntungan, sewa dan bunga. Marx menyebut kerja yang tidak dibayar ini dengan nilai lebih. Kelebihan tenaga yang diberikan tanpa menerima apa-apa ini disebut oleh Marx sebagai tenaga lebih.
Tenaga lebih inilah yang membawa kepada akumulasi modal. Tenaga lebih semata-mata hanya memperbesar keuntungan kapitalis. Motif utama kapitalis adalah untuk meningkatkan nilai lebih guna memperbesar keuntungan. Ia mencoba memperbesar keuntungan dengan tiga cara :
  1. Dengan memperpanjang jam kerja agar meningkatkan jam kerja tenaga lebih.
  2. Dengan mengurangi jumlah jam yang diperlukan untuk menghasilkan makanan buruh. Ini sama juga dengan pengurangan dalam upah kehidupan.
  3. Dengan meningkatkan tenaga yaitu meningkatkan produktivitas tenaga. Ini memerlukan perubahan teknologi yang membantu meningkatkan keseluruhan output dan menurunkan biaya produksi.
Dari ketiga cara tersebut, menurut Marx, peningkatan produktivitas kerja adalah pilihan yang paling mungkin karena dua cara lainnya, yaitu memperpanjang jam kerja dan pengurangan upah, memiliki berbagai keterbatasan. Oleh sebab itu, agar dapat meningkatkan produktivitas tenaga, para kapitalis itu menabung nilai lebih tersebut, menginvestasikannya kembali dalam rangka memperoleh persediaan modal yang banyak dan dengan demikian merupakan penumpukan modal.
C.3. Ciri-Ciri dan Praktik Sistem Ekonomi Sosialis
Sistem Ekonomi Kapitalis yang diterapkan di Eropa membawa kemakmuran bagi masyarakat, walaupun kemakmuran tersebut tidak bertahan lama. Pada awal abad ke-20, terjadi kondisi kelesuan ekonomi (malaises). Mekanisme pasar yang diharapkan menyelesaikan depresi ekonomi tersebut ternyata tidak kunjung terjadi. Maka kemudian muncul Sistem Ekonomi Sosialis yang pada abad ke-16 telah dipikirkan dan diyakini dapat menjawab masalah ekonomi saat itu.
Sistem Ekonomi Sosialis dilandasi oleh falsafah kolektivisme dan organisme. Kolektivisme adalah ajaran yang menyatakan bahwa setiap orang adalah warga masyarakat. Oleh karena masyarakat adalah sebuah kesatuan tersendiri maka  kepentingan masyarakat harus lebih dahulu diutamakan daripada kepentingan pribadi. Organisme adalah pandangan bahwa selain kepentingan dan kebutuhan masyarakat, negara sebagai sebuah kesatuan juga memiliki kepentingan dan kebutuhan. Oleh karena itu, negara sebaiknya berperan besar dalam sistem ekonomi untuk menjamin pemenuhan kepentingan dan kebutuhan setiap warga negara (Hudiyanto, 2002: 33-34).
Dalam Sistem Ekonomi Sosialis, pemerintah sangat berperan untuk menentukan jalannya perekonomian, atau umum dikenal sebagai perencanaan terpusat atau centralized planning sehingga hak milik dan inisiatif ekonomis individu kurang mendapat tempat yang layak. Di samping itu, negara adalah pelayan rakyat. Negara harus membuat undang-undang untuk melindungi kepemilikan bersama seluruh masyarakat atas alat-alat produksi. Di samping itu negara harus melaksanakan kebijakan politik yang melindungi  dan menguntungkan kaum pekerja (Darsono, 2002: 18).
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Sosialis adalah:
a.   Negara sangat berkuasa dalam pemilikan bersama (kolektivitas) semua faktor produksi. Pemilikan bersama ini dimaksudkan agar semua faktor produksi diarahkan untuk memenuhi kepentingan dan kebutuhan bersama bukan berorientasi terhadap keuntungan pribadi.
b.   Produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (production for needs). Negara akan mengatur semua produksi barang-barang yang dibutuhkan oleh masyarakat, bukan hanya barang dan jasa yang bernilai ekonomi saja karena seluruh kegiatan ekonomi tidak diarahkan untuk menimbun kekayaan individu tetapi kesejahteraan bersama.
c.   Perencanaan ekonomi (economic planning). Negara melakukan perencanaan yang ketat untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Dalam sistem ini mekanisme pasar tidak lagi berlaku karena negara yang menentukan semua harga (price setter).
Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, sistem ini ingin melindungi semua pihak, terutama kelompok marjinal yang tidak memiliki faktor produksi. Perlindungan tersebut dimaksudkan agar semua masyarakat mendapatkan kesejahteraan yang setara. Namun, secara umum sistem ini menghambat ekspresi dan mengurangi semangat orang untuk bekerja dan berprestasi, yang pada akhirnya makin menurunkan kreativitas dan produktivitas masyarakat. Negara dan perencanaan ekonomi yang sentralistik tidak dapat menjamin bahwa produksi dan distribusi barang dan jasa sesuai kebutuhan masyarakat karena pada tingkatan tertentu negara tidak memiliki kemampuan produksi dan distribusi sebesar kebutuhan masyarakat.
Kelebihan dari sistem ekonomi sentralistik adalah ia bisa membuat perencanaan tertentu secara mudah. Negara atau pemerintah dapat menentukan arah perekonomiannya secara keseluruhan. Perencanaan makroekonomi yang bisa mengatur tingkat konsumsi tingkat konsumsi dan investasi serta pengadaan barang-barang kolektif (barang publik) dan barang-barang konsumen akan lebih mudah dirumuskan dan diawasi. Model perencanaan sentralistik menekankan pentingnya pengetahuan mengenai faktor-faktor teknologis atas pengelolaan perekonomian secara keseluruhan sesuai dengan tujuan atau kehendak lembaga perencana pusat.
Kesulitan atau masalah praktis pertama yang dihadapi oleh badan atau lembaga perencanaan pusat dalam suatu ekonomi sentralistik yang bertanggung jawab melaksanakan fungsi alokasi sumber daya adalah bagaimana membangun sebuah sistem informasi yang seluas dan selengkap mungkin sehingga dapat merangkum setiap konsumen, produsen dan setiap jenis barang.
Suatu lembaga pusat tidak sekedar menetapkan harga begitu saja melainkan secara cermat menyusun tahapan-tahapan alokasi dari semua jenis barang dan jasa untuk berbagai keperluan atau penggunaan. Setelah itu, ia harus mampu mengumpulkan dan mengolah aneka informasi yang akan memungkinkannya memperkirakan kontribusi marjinal dari suatu barang dan jasa terhadap kesejahteraan semua penduduk. Setelah itu, lembaga tersebut harus dapat merumuskan rencana baru yang memanfaatkan berbagai input dari rencana sebelumnya sehingga ia bisa mengetahui jenis penggunaan barang dan jasa mana yang kontribusinya lebih tinggi sehingga dari waktu ke waktu ia bisa menyajikan rencana alokasi yang semakin baik. Dengan demikian sistem ekonomi sentralistik yang bersangkutan benar-benar mampu menjalankan fungsi alokasinya secara efisien.
Kelemahan sistem ekonomi sentralistik terletak pada kecenderungan inefisiensi yang sangat besar atas pelaksanaan fungsi alokasi, terutama alokasi terhadap aneka barang atau produk konsumen dan alokasi permodalan. Meskipun lembaga pusat itu pada prinsipnya dapat, secara efisien, memberlakukan harga-harga bayangan dan rasio-rasio pertukaran antara berbagai jenis sumber daya atau faktor-faktor produksi , kemungkinan praktek pelaksanaan dari mekanisme semacam itu masih sangat diragukan. Pengawasan harga dan penerapannya sebagai alat atau instrumen untuk menentukan keputusan-keputusan ekonomi dari para konsumen dan produsen ternyata lebih cenderung mengakibatkan inefisiensi, baik dalam konsumsi maupun dalam produksi.
Dalam prakteknya, sistem ekonomi sentralistik justru banyak mengalami kegagalan fatal, tidak jarang sistem tersebut bahkan tidak mampu menjalankan fungsi-fungsi pengelolaan ekonomi yang paling mendasar. Ini dibuktikan dengan terjadinya kekurangan atau kelangkaan berbagai barang kebutuhan pokok, produksi yang berlebihan atas jenis produk tertentu, kekeliruan alokasi modal dan faktor produksi tenaga kerja sehingga mengakibatkan kelangkaan dana investasi dan lonjakan pengangguran.
Hal-hal seperti itu selalu muncul jika menyimak perekonomian dari negara-negara Eropa Timur. Lembaga perencanaan raksasa yang terdapat di negara-negara tersebut menggunakan harga untuk mengalokasikan sumber-sumber, namun harga-harga itu tidak sesuai dengan kondisi-kondisi permintaan dan penawaran. Dalam sistem ekonomi sentralistik yang ideal, instrumen harga tidak diperlukan. Negara atau pemerintah dapat mengetahui nilai relatif dari setiap jenis barang berdasarkan tingkat preferensi barang yang bersangkutan.
Akan tetapi dalam prakteknya tidak ada perekonomian yang bisa dikelola dengan cara seperti itu. Walaupun, sebagai contoh, perekonomian Uni Soviet dahulu pengaturannya didasarkan pada kerangka kerja perencanaan raksasa — untuk menjalankan fungsi alokasi sumber-sumber daya di berbagai kawasan, pabrik dan untuk seluruh konsumen — ia tetap menggunakan instrumen harga dalam bentuk tertentu, yakni harga administratif. Unit-unit tunggal dalam perekonomian Uni Soviet diberi suatu anggaran khusus agar masing-masing unit dapat membuat keputusan sendiri-sendiri mengenai alokasi sumber daya. Itu tidak berarti bahwa keputusan-keputusan dari unit-unit tersebut dapat sepenuhnya mengelola alokasi sumber daya; jadi disitu tetap terlihat adanya batas-batas tertentu dari fungsi perencanaan walaupun sebagian besar keputusan ekonomi dari para konsumen dan produsen tetap ditentukan melalui perencanaan.
Pada akhirnya serangkaian perubahan ekonomi secara drastis juga melanda kedudukan dan fungsi perencanaan. Dari waktu ke waktu makin terbukti betapa terbatasnya peran perencanaan sehingga para administrator harus mencari instrumen lain untuk mengumpulkan informasi untuk meningkatkan efisiensi.
Perubahan pola produksi dan manajemen dalam sistem ekonomi sentralistik menjadi semakin sulit ditangani akibat begitu kecilnya rangsangan dan insentif bagi setiap individu untuk berinisisatif menciptakan inovasi-inovasi yang diperlukan. Penerapan berbagai macam indikator kinerja tidak akan banyak membantu karena dalam sistem ekonomi sentralistik yang mengandalkan hirarki pengawasan secara ketat, indikator-indikator semacam itu sangat mudah dimanipulasi. Keruntuhan dramatis dan mendadak yang dialami oleh sistem-sistem ekonomi sentralistik Eropa Timur pada akhir tahun 1980-an nampaknya merupakan reaksi akhir atas berbagai kelemahan yang terkandung di dalamnya yang sudah sangat berlarut-larut.
Sebagai kesimpulannya adalah bahwa Sosialisme muncul karena adanya eksploitasi kelas-kelas atas terhadap kelas-kelas bawah, penghisapan manusia atas manusia lain yang menyebabkan alienasi, keterasingan seseorang dari apa yang telah dibuat oleh tangannya sendiri. Hukum persaingan menuntut adanya peningkatan produktivitas secara terus-menerus. Artinya, biaya produksi perlu ditekan serendah mungkin sehingga hasilnya dapat dijual semurah mungkin dan dengan demikian menang terhadap hasil produksi saingan. Dengan demikian, lambat-laun semua bentuk usaha yang diarahkan secara tidak murni ke keuntungan akan kalah. Dan itu berarti bahwa hanya usaha-usaha besar yang dapat survive. Toko-toko dan perusahaan-perusahaan kecil tidak dapat menyaingi efisiensi kerja usaha-usaha besar. Lama-kelamaan semua bidang produksi maupun pelayanan dijalankan secara kapitalistik. Yang akhirnya tinggal dua kelas sosial saja; para pemilik modal yang jumlahnya sedikit dan modalnya amat besar, dan kelas buruh yang jumlahnya banyak dan tak punya apa-apa.
Kelas buruh menjadi semakin sadar akan situasinya, akan ekploitasi yang mereka derita, akan kesamaan situasi mereka sebagai kelas proletariat. Mereka berhadapan dengan kaum kapitalis, kemudian kaum buruh mengorganisasikan diri dalam serikat-serikat buruh. Dengan demikian perjuangan proletarian semakin efektif. Solidaritas antara mereka semakin besar. Menurut Marx, kaum kapitalis yang memproduksi kelas proletar yang akan menghancurkan kapitalis sendiri, yakni ledakan revolusioner oleh kaum proletar yang tak dapat dihindari.
Dalam Sistem Ekonomi Sosialis, pemerintah sangat berperan untuk menentukan jalannya perekonomian, atau umum dikenal sebagai perencanaan terpusat atau centralized planning sehingga hak milik dan inisiatif ekonomis individu kurang mendapat tempat yang layak. Di samping itu, negara adalah pelayan rakyat. Negara harus membuat undang-undang untuk melindungi kepemilikan bersama seluruh masyarakat atas alat-alat produksi. Di samping itu negara harus melaksanakan kebijakan politik yang melindungi  dan menguntungkan kaum pekerja.
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Sosialis adalah:
a.   Negara sangat berkuasa dalam pemilikan bersama (kolektivitas) semua faktor produksi.
b.   Produksi dilakukan sesuai dengan kebutuhan (production for needs).
c.   Perencanaan ekonomi (economic planning).
Kelebihan dari sistem ekonomi sentralistik adalah ia bisa membuat perencanaan tertentu secara mudah. Negara atau pemerintah dapat menentukan arah perekonomiannya secara keseluruhan. Perencanaan makroekonomi yang bisa mengatur tingkat konsumsi dan investasi serta pengadaan barang-barang kolektif (barang publik) dan barang-barang konsumen akan lebih mudah dirumuskan dan diawasi. Model perencanaan sentralistik menekankan pentingnya pengetahuan mengenai faktor-faktor teknologi atas pengelolaan perekonomian secara keseluruhan sesuai dengan tujuan atau kehendak lembaga perencana pusat.
Kelemahan sistem ekonomi sentralistik terletak pada kecenderungan inefisiensi yang sangat besar atas pelaksanaan fungsi alokasi, terutama alokasi terhadap aneka barang atau produk konsumen dan alokasi permodalan. Meskipun lembaga pusat itu pada prinsipnya dapat, secara efisien, memberlakukan harga-harga bayangan dan rasio-rasio pertukaran antara berbagai jenis sumber daya atau faktor-faktor produksi , kemungkinan praktek pelaksanaan dari mekanisme semacam itu masih sangat diragukan. Pengawasan harga dan penerapannya sebagai alat atau instrumen untuk menentukan keputusan-keputusan ekonomi dari para konsumen dan produsen ternyata lebih cenderung mengakibatkan inefisiensi, baik dalam konsumsi maupun dalam produksi.
D. SISTEM EKONOMI ISLAM
Dua sistem ekonomi dunia yang telah disebutkan di atas, yaitu kapitalis dan sosialis terbukti tidak mampu memberikan jawaban memuaskan bagi berbagai problem ekonomi dunia. Sistem ekonomi sosialis tidak menjadi tawaran menarik jika melihat semakin sedikitnya negara-negara dunia yang mempergunakan sistem ini. Kalaupun ada (Cina misalnya) penerapannya tidak lagi mencirikan secara khusus sistem ekonomi sosialis. Sedangkan kapitalisme hanya semakin melahirkan ketimpangan sosial dan ekonomi antara negara­-negara maju dengan negara berkembang dan terbelakang.
Dengan demikian tampaknya diperlukan adanya satu sistem ekonomi yang mampu menunjukkan keberimbangan sisi ekonomi dan sosial yang dituntut oleh manusia secara umum. Sistem itu adalah sistem ekonomi Islam.
Sistem ekonomi Islam bersumber dari sekumpulan hukum yang disyari’atkan oleh Allah yang ditujukan untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, dan mengatur atau mengorganisir hubungan manusia dengan harta benda, memelihara dan menafkahkannya. Tujuan sistem ekonomi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan dalam . kehidupan manusia, merealisasikan kesejahteraan mereka, dan meng­hapus kesenjangan dalam masyarakat Islam melalui pendistribusian kekayaan secara berkesinambungan, mengingat adanya kesenjangan ; itu sebagai hasil proses sosial dan ekonomi yang penting.
Pemikiran ekonomi Islam dilandasi oleh beberapa asas, antara antara lain (Al-Kailani, et.al, 1995: 194-195):
1. Hakekat kepemilikan harta adalah milik Allah, sesuai dengan firman-Nya dalam QS An-Nur:33: “Dan berikanlah kepada mereka .rebagian harta Allah yang dikaruniakan  kepadamu.”
2. Kelompok diberikan hak penguasaan dalam harta Allah, sesuai dengan firman-Nya dalam QS Al-Hadid:7: “Dan nafkahkanlah sebahagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya.” Asas ini memberikan pengertian bahwa kepemilikan manusia terhadap suatu harta benda tidak lain merupakan hasil usaha mereka dan kemudian membelanjakannra sebagai duta pemilik esensi semua jenis harta yaitu Allah SWT.
3. Membatasi kepemilikan dan penggunaan harta dengan cara-cara legal. Dalam Islarn, harta hanya diakui sebagai milik jika sumber dan penggunaannya legal.
4. Harta yang tidak dipergunakan untuk memenuhi hak Allah dan hak hamba menjadi harta simpanan yang dapat membahayakan kepentingan umum serta dapat menghambat laju pertumbuhan ekonomi masyarakat. Firman Allah dalam QS. Al-Taubah:34: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, bahwa mereka akan mendapatkan siksa yang amat pedih.”
5.  Rotasi harta kekayaan merupakan persoalan yang diperhatikan oleh Islam agar tidak hanya berputar pada orang-orang kaya saja. Firman Allah dalam QS. Al-Hasyr:7: “Agar harta itu tidak hanya berkutut pada orang kaya di untara kamu.”. Ayat ini merupakan pondasi prinsip keberimbangan (qaidah al-tawazun al-mali) dalam masyarakat Islam.
D.1.  Kapital Dalam Pandangan Islam
Kapital dalam pandangan ekonomi merupakan segala sesuatu yang dapat dimanfaatkan dengan cara apapun melalui berbagai pemanfaatan materiil. Sebagaimana segala sesuatu yang memiliki nilai dapat dikategorikan sebagai kapital, maka kapital itu juga mencakup segala macam barang dan nilai seperti tanah, pohon, dan rumah
Landasan pokok pandangan Islam terhadap posisi kapital/harta (Al-Khatib, Abdul Karim, 1976:29-30):
1.  Harta merupakan bagian kebutuhan pokok kehidupan dimana manusia selalu membutuhkannya. Harta merupakan salah satu bagian lima tujuan pokok (al-maqasid al-khamsah) yang dijaga oleh srari’at Islam demi mempertahankan eksistensi kemuliaan manusia.
2. Harta merupakan mediasi, bukan tujuan tunggal. Hal ini disebabkan karena penyediaan harta ditujukan demi kepentingan manusia dan untuk menopang hidup serta kehidupannya. Harta bukanlah tujuan hidup dan ia tidak patut melalaikan manusia dari penghambaan kepada Tuhannya atau kewajiban agamanya. Kesahajaan hidup jauh lebih mulia daripada kekayaan itu sendiri. Posisi harta bagi manusia tidak lebih hanya untuk memenuhi kebutuhan makan, sandang, atau untuk dishadaqahkan sebagaimana yang digariskan oleh Nabi Muhammad SAW:
3.  Harta tidaklah menjadi ukuran kunci atau menjadi barom­eter kemuliaan manusia. Manusia tidak dilihat dari kepemilikan yang dipunyai, karena harta sesungguhnya merupakan ukuran materiil. Barometer manusia adalah ketakwaan dan konsistensinya. Oleh karenanya, tidak diperkenankan untuk menjadikan harta sebagai mediasi intervensi atas persoalan-persoalan negara Islam, alat untuk memaksakan kehendak di dalamnya, atau alat untuk mengeksploitasi dan menyakiti manusia lainnya.
4. Harta dalam Islam memiliki posisi urgen dan kepemilikannya dijaga. Al-Qur’an sendiri menyebutkan harta sebanyak 76 kali. Harta yang diposisikan legal yaitu harta yang dapat menjamin terwujudnya kebutuhan manusia melalui bentuk usaha, penafkahan, dan pengembangannya. Islam juga menjamin keamanan di tangan pemiliknya dan penjagaan dari pencurian, perampasan, dan pencopetan, atau segala bentuk perbuatan yang diharuskan adanya hukuman yang tidak lain ditujukan untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan tersebut.
5. Kekayaan hakekatnya adalah milik Allah sedangkan manusia hanya menjadi pengganti kedudukan kepemilikan Allah yang bersifat mutlak itu.
D.2.  Prinsip Dasar Sistem Ekonomi Islam
Lebih jelas prinsip dasar sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut:
(i)      Kebebasan individu. Individu mempunyai hak kebebasan sepenuhnya untuk berpendapat atau membuat suatu keputusan yang dianggap perlu dalam sebuah negara Islam. Karena tanpa kebebasan tersebut individu muslim tidak dapat melaksanakan kewajiban mendasar dan penting dalam menikmati kesejahteraan dan menghindari terjadinya kekacauan dalam masyarakat.
(ii) Hak terhadap harta. Islam mengakui hak individu untuk memiliki harta. Walaupun begitu ia memberikan batasan tertentu supaya kebebasan itu tidak merugikan kepentingan masyarakat umum.
(iii)     Ketidaksamaan ekonomi dalam batas yang wajar. Islam mengakui adanya ketidaksamaan ekonorni di antara orang perorang tetapi tidak membiarkannya menjadi bertambah luas, ia mencoba menjadikan perbedaan tersebut dalam batas-batas yang wajar, adil dan tidak berlebihan.
(iv)     Kesamaan sosial. Islam tidak menganjurkan kesamaan ekonomi tetapi ia mendukung dan menggalakkan kesamaan sosial sehingga sampai tahap bahwa kekayaan negara yang dimiliki tidak hanya dinikmati oleh sekelompok tertentu masyarakat saja. Di samping itu amat penting setiap individu dalam sebuah negara (Islam) mempunyai peluang yang sama untuk berusaha mendapatkan pekerjaan atau menjalankan berbagai aktivitas ekonomi.
(v)     Jaminan sosial. Setiap, individu mempunyai hak untuk hidup dalam sebuah negara Islam; dan setiap warga negara dijamin untuk memperoleh kebutuhan pokoknya masing­masing. Memang menjadi tugas dan tanggungjawab utama bagi sebuah negara Islam untuk menjamin setiap warga negara, dalam memenuhi kebutuhannya sesuai dengan prinsip “hak untuk hidup “. Dan terdapat persamaan sepenuhnya di antara warga negara apabila kebutuhan pokoknya telah terpenuhi.
(vi)     Distribusi kekayaan secara meluas. Islam mencegah penumpukan kekayaan pada kelompok kecil tertentu orang dan menganjurkan distribusi kekayaan kepada semua lapisan masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, Islam mengambil beberapa langkah positif dan negatif yang akan dibicarakan pada bab yang lain.
(vii) Larangan menumpuk kekayaan. Sistern ekonomi Islam melarang individu mengumpul­kan harta kekayaan secara berlebihan dan mengambil langkah-langkah yang perlu untuk mencegah perbuatan yang  tidak baik tersebut supaya tidak terjadi dalam negatif.
(viii) Larangan terhadap organisasi anti sosial. Sistem ekonomi Islam melarang semua praktek yang merusak dan anti sosial yang terdapat dalam masyarakat, misalnya berjudi, minum arak, riba, menumpuk harta, pasar gelap dan sebagainya.
(ix) Kesejahteraan individu dan masyarakat. Islam mengakui kesejahteraan individu dan kesejahteraan sosial masyarakat yang saling melengkapi satu dengan yang lain, bukannya saling bersaing dan bertentangan antar mereka. Maka sistem ekonomi Islam mencoba meredakan konflik ini sehingga terwujud kemanfaatan bersama.
E.      KEDUDUKAN SISTEM EKONOMI ISLAM ANTARA KAPITALIS DAN SOSIALIS
Pada dasarnya sistem ekonomi Islam berbeda dari sistem­sistem ekonomi kapitalis dan sosialis; dan dalam beberapa hal, merupakan pertentangan antara keduanya dan berada di antara kedua ekstrim tersebut. Sistem ekonomi Islam memiliki kebaikan-kebaikan yang ada pada sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, tetapi bebas daripada kelemahan yang terdapat pada kedua sistem tersebut. Hubungan antara individu dalam sistem ekonomi Islam cukup tersusun sehingga saling membantu dan kerjasama diutamakan dari persaingan dan permusuhan sesama mereka. Untuk tujuan tersebut, sistem ekonomi Islam bukan saja menyediakan individu kemudahan dalarn bidang ekonomi dan sosial bahkan juga memberikan mereka juga pendidikan moral dan latihan tertentu yang membuat mereka merasa bertanggung jawab untuk membantu rekan-rekan sekerja dalam mencapai keinginan mereka atau sekurang-kurangnya tidak menghalangi mereka dalam usahanya untuk hidup.
Islam memandang masalah ekonomi tidak dari sudut pandang kapitalis yang mernberikan kebebasan serta hak pemilikan kepada individu dan menggalakkan usaha secara perseorangan. Tidak pula dari sudut pandang komunis, yang ingin menghapuskan semua hak individu dan menjadikan mereka seperti budak ekonomi yang dikendalikan oleh negara. Tetapi Islam membenarkan sikap mementingkan diri sendiri tanpa membiarkannya merusak masyarakat. Pemilihan sikap yang terlalu mementingkan diri sendiri di kalangan anggota masyarakat dapat dilakukan dengan melalui pengaan moral dan undang-undang. Di satu sisi pemahaman konsep ekonomi di kalangan masyarakat berubah dan diperbaiki melalui pendidikan moral serta di sisi yang lain, beberapa langkah tertentu yang legal diambil untuk memastikan sifat mementingkan diri golongan kapitalis tidak sampai ke tahap yang menjadikan mereka tamak serta serakah; dan bagi si miskin, tidak merasa iri hati, mendendam dan kehilangan sikap toleransi. Bagian yang terpenting dari prinsip-prinsip tersebut yang perlu bagi organisasi ekonomi dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang telah dinyatakan tadi ialah hak pemilikan individu, yang perlu untuk kemajuan manusia bukan saja senantiasa dijaga dan terpelihara tetapi terus didukung dan diperkuat.
Di bawah sistem ekonomi Islam, penumpukan kekayaan oleh sekelompok orang dihindarkan dan langkah-langkah dilakukan secara otomatis untuk memindahkan aliran kekayaan kepada anggota masyarakat yang belum bernasib baik. Mendalami sistem tersebut kita akan mendapatkan kelemahan sistem ekonomi kapitalis yang berkembang menurut konsep persaingan bebas dan hak pemilikan yang tidak terbatas, ataupun kelemahan sistem ekonomi sosialis yang tumbuh akibat pengawasan yang terlalu ketat dan sikap diktator golongan kaum buruh serta tidak adanya pengakuan hak pemilikan terhadap harta. Sistem ekonomi Islam merupakan sistem yang adil dan seksama serta berupaya menjamin kekayaan tidak terkumpul hanya kepada satu kalumpok saja, tetapi tersebar ke seluruh masyarakat. Ciri­-ciri penting sistem ekonomi Islam tersebut digambarkan dalam ayat Al-Qur’an Surah Al-Hasyr: 7: “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara golongan kaya saja di kalangan kamu“.
Islam menganjurkan suatu sistem yang sangat sederhana untuk peningkatan ekonomi masyarakat yang membolehkan anggotanya melakukan proses pembangunan ekonomi yang stabil dan seimbang, bebas dari kelemahan sistem kapitalis dan sosialis. Sistem ekonomi Islam menyediakan peluang­-peluang yang sama dan memberikan hak-hak alami kepada semua (yaitu hak terhadap harta dan bebas berusaha); dan pada saat yang sama menjamin keseimbangan dalam distribusi kekayaan; semata-mata untuk tujuan memelihara kestabilan dalam sistem ekonomi. Hak akan harta milik perseorangan dan kebebasan tidak diberikan tanpa batasan seperti dalam sistem kapitalis, tetapi diimbangi dengan batasan-batasan moral dan undang-undang. Secara keseluruhan langkah-­langkah tersebut mengakibatkan kekayaan senantiasa beredar secara terus-menerus di kalangan orang banyak dan tidak terakumulasi hanya pada pihak-pihak tertentu saja. Setiap individu mendapat bagian yang sewajarnya serta adil dan negara menjadi semakin makmur.
Dengan demikian dalam sistem ekonomi Islam tidak terdapat individu-individu yang menjadi pengelola kekayaan negara ataupun sebaliknya semua individu secara paksa diletakkan pada tingkat ekonomi yang sama. Tetapi, kondisi tersebut diperbaiki supaya setiap individu tanpa mengganggu individu yang lain, dapat memperoleh kekayaan yang mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang baik. Individu akan mengeluarkan pendapatannya secara lebih ekonomis tanpa mengganggu keseimbangan ekonomi masyarakat keseluruhan. Dalam sistem tersebut, tidak ada kemungkinan untuk beberapa individu mengambil kesempatan mengumpulkan kekayaan secara berlebihan, sementara mayoritas rakyat dibiarkan susah payah dalam memenuhi keperluan pokok hidupnya.
F. KESIMPULAN
Setelah penulis melakukan kajian mendalam terhadap sistem ekonomi Kapitalis dan  Sosialis, maka penulis dapat memberikan jawaban atas pertanyaan “Sistem ekonomi Islam : lebih dekat ke Kapitalis atau Sosialis?” sebagaimana berikut:
Sistem ekonomi Islam tidak bisa dikatakan lebih dekat ke Kapitalis, juga tidak bisa dikatakan lebih dekat ke Sosialis. Hal ini disebabkan karena sistem ekonomi Islam memiliki semua kelebihan yang ada pada sistem ekonomi Kapitalis dan Sosialis sekaligus, tetapi tidak memiliki kelemahan sebagaimana kelemahan yang dimiliki oleh kedua sistem tersebut.
Dengan demikian, posisi sistem ekonomi Islam adalah berada pada titik keseimbangan antara sistem ekonomi Kapitalis dan sistem ekonomi Sosialis. Dikatakan berada pada titik keseimbangan, karena sistem ekonomi Islam menyeimbangkan tujuan kemaslahatan hidup antara duniawi dan ukhrawi yang dalam Kapitalis dan Sosial hanya ditujukan untuk kemakmuran hidup di dunia semata. Kemudian Islam menyeimbangkan kepentingan individu dan kepentingan sosial yang dalam Kapitalis hanya mementingkan individu dan dalam Sosialis mementingkan kehidupan sosial, dalam arti bahwa dalam Islam individu akan mengeluarkan pendapatannya secara lebih ekonomis tanpa mengganggu keseimbangan ekonomi masyarakat keseluruhan, karenanya Islam menganjurkan supaya harta itu jangan hanya beredar di antara golongan kaya saja (QS Al-Hasyr: 7). Selanjut Islam menyeimbangkan  hak kepemilikan terhadap harta, dimana Islam memberikan kebebasan untuk memiliki harta, di sisi lain juga meminta pertanggungjawaban terhadap penggunaan harta. Sementara itu, Kapitalis menganut hak kepemilikan tak terbatas (mutlak) terhadap harta, dan Sosialis yang tidak mengakui adanya kepemilikan individu.
Jadi, sistem ekonomi Islam lebih tepat dikatakan berada pada posisi keseimbangan antara kapitalis dan sosialis, tidak lebih dekat kepada Kapitalis maupun Sosialis. Sistem ekonomi Islam lebih cocok sebagai pembawa misi keadilan ekonomi bagi semua umat manusia.
Wallahu a’lam
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Abdul Husain al-Tariqi, Ekonomi Islam Prinsip Dasar dan Tujuan, Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004.
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid I, Jakarta: Dana Bhakti Waqaf, 1995.
Al-Kailani, Ibrahim Zaid et.al, Dirasat fi al-Fikri al-‘Arabi al-Islami, Amman: Dar al-Fikr, 1995.
Al-Khatib, Abdul Karim, Al-Siyasah al-Maliyah fi al-Islam wa shilatuha bi al-Mu’amalat al-Mu’ashirah, Kairo: Dar al-Fikr Al-‘Arabi, 1976.
Bello, Walden, Deglobalization, London: Pluto Press, 2004.
Callinicos, Alex, An Anti Capitalist Manifesto. Cambridge: Polity Press. 2003.
Darsono P. Konflik Ideologi. artikel di www.google.com, 2002.
Deliarnov, Perkembangan Pemikiran Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grafindo Utama, 1995
Djiwandono, Sudrajad, Integrasi Pasar Keuangan dan Globalisasi serta Dampaknya terhadap Kebijakan Moneter Indonesia, Kuliah Umum di FE-UGM, Yogyakarta
Gilpin, Robert. The Challenge of Global Capitalis : The World Economy in 21 Century. Princeton: Princeton University Press, 2002.
Gregory Stuart. Comparative Economic System. Boston, 1982.
Grosmann, Gregory. Sistem Ekonomi, Jakarta, Bumi Aksara, 1986.
Hadi, Muhammad Kapitalisme, Sosialisme dan Pancasilaisme, artikel di www.google.com, 2006.
Hamid, Edy Suandi. Neoliberalisme, Globalisasi Ekonomi, dan Perekonomian Indonesia, Pidato Guru Besar, Yogyakarta, 2005.
Hudiyanto, Ke luar dari Ayun Pendulum Kapitalisme-Sosialisme. Yogyakarta: UMY Press, 2004
Jhingan, M.L. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. Jakarta. Penerbit Rajawali, 1992.
Khor, Martin Globalisasi Perangkap Negara-negara Selatan. Yogyakarta: Cindelaras, 2003..
Lane, Jan Erik, Ekonomi Politik Komparatif. Jakarta. PT Raja Grafindo Perkasa. 1994.
Merrett, David, Global Management Issues, University of Melbourne, Melbourne, 2005.
Mubyarto, Membangun Sistem Ekonomi. Yogyakarta: BPFE, 2000.
Mubyarto, Reformasi Sistem Ekonomi. Yogyakarta: Aditya Media, 2000.
Perkins, John, Confessions of an Economic Hit Man, Berret-Koehler, AS, 2004.
Pilger, John, The New Rulers of The World, Verso, UK, 2002.
Robinson, Joan. (1979). Aspects of Development and Underdevelopment. Cambridge: Cambridge University Press.
Rodrik, Dani, The Globalization Gone Too Far? Washington DC: Institute For International Economics, 1997.
Santosa, Awan, Liberalisasi Tidak Untuk Rakyat Kecil, dalam www.awansantosa.blogspot.com, 2005
Seda, F,  Membangun Ekonomi Pasar Sosial. Suara Karya Online, 2006.
Setiawan, Bonnie. Ekonomi Pasar Yang Neoliberalistik Versus Ekonomi Yang Berkeadilan Sosial, makalah Diskusi Publik “Ekonomi Pasar yang Berkeadilan Sosial”, ‘Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi’, 12 Juni 2006, DPR-RI, Jakarta.
Shipman, Alan. The Globalization Myth. Cambridge: Icon Books LTD, 2002.
Stiglitz, Joseph E. Globalization and Its Discontens. London: Penguin Books, 2002.
Stiglitz, Joseph E. The Roaring Nineties : Seeds of Destruction. London: Allen lane, 2003.
Swasono, Sri-Edi, Daulat Rakyat VS Daulat Pasar. Yogyakarta: Pustep-UGM, 2005.
Swasono, Sri-Edi. Ekspose Ekonomika: Mewaspadai Globalisme dan Pasar Bebas. Yogyakarta: Pustep-UGM, 2005.
Taqiyuddin al-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif, Surabaya: Risalah Gusti, 1996.
Thamrin, M. H, Ekonomi Pasar Sosial. Artikel di www.google.com, 2006.
Wayne, Ellwood, No-Nonse Guide to Globalization. Oxford: New International Publication, 2001.
Wolf, Martin, Why Globalization Works? New Heaven and London: Yale University Press, 2004.
Memuat...

by: Imron agung khoirudin/5/9/14