Monday, February 22, 2016

Posted by imron agung On 8:43:00 PM


MAKALAH
KONSEP IKHLAS DALAM ILMU TASAWUF
Dosen : Dra. Djamiatul Islamiyah, M.Ag.


Di susun oleh :
Danang Adi Utomo                            111-14-217
Merlina Fitria Muthoharoh                 111-14-255
Siti Ana Rumiati                                 111-14-238

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
IAIN SALATIGA
2015









BAB I
PENDAHULUAN
1.1.             Latar Belakang
Syarat diterimanya ibadah adalah rasa ikhlas. Sebagaimana diterangkan dalam ayat Al-Qur'an (QS. Az-Zumar: 65):
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan sungguh, telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu, “Sungguh, jika engkau menyekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah engkau termasuk orang yang rugi.". 
Dengan ikhlas kita tidak akan tersesat ke jalan yang tidak diridhoi Allah, dengan ikhlas pula kita tidak akan menjadi orang yang riya’ atau sombong, karena sombong itu merupakan sifatnya iblis.
1.2.      Rumusan Masalah
·         Apakah yang dimaksud dengan ikhlas ?
·         Apakah konsep ikhlas dalam ilmu tasawuf ?
·         Apa sajakah pembagian derajat ikhlas  ?
·         Apakah keutamaan ikhlas ?
·         Apakah makna ikhlas kepada Allah ?
·         Apasajakah aplikasi terhadap ikhlas lillahi ta’alla ?









BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Pengertian Ikhlas
Ikhlas yaitu melaksanakan suatu amal hanya karena Allah SWT. Ikhlas merupan roh atau jiwa dari setiap amalan. Suatu amalan tanpa didasari oleh adanya hati yang ikhlas maka amalan tersebut mengambang dan tidak nakan diterima oleh Allah SWT.
Menurut syari’ah (islam) yang dimaksud dengan makna ikhlas adalah mengerjakan ibadah atau kebajikan karena Allah SWT semata-mata mengharap keridhoan-Nya.
Ibnu Athaillah berkata dalam kitab Al Hikam, “Amal perbuatan itu sebagai kerangka yang tegak, sedang ruh (jiwa) nya adalah tempat terdapatnya rahasia ikhlas (ketulusan) dalam amal perbuatan”.[1][1]
Menurut Syayyid Sabiq dalam bukunya Islam muna hal 36,  ikhlas adalah : “Bahwa menyengaja manusia dengan perkataannya karena Allah semata-mata dan karena mengharap keridhaan-Nya. Bukan karena mengharap harta, pujian, gelar (sebutan) kemasyuran, kemajuan. Amalnya di angkat dari kekurangan-kekurangan dan dari akhlak yang tercela, dan demikian ia menemukan kesukaan Allah.”[2][2]
Seorang ahli himah mengumpamakan ikhlas itu laksana air dalam tanaman. Ilmu itu diibaratkan seperti benih, dan amal laksana tumbuh-tumbuhan. Perumpamaan yang diambil ahli himah tersebut, dapatlah diambil pengertian sebagai berikut: Tumbuh-tumbuhan itu baru akan berbuah bila dirawat, disiram dengan air, sehingga dapat berbuah dengan mendatangkan faedah. Air dalam kehidupan adalah laksana ikhlas. Jadi dengan berlandaskan kepada keikhlasan sajalah suatu perbuatan itu dapat berfaedah bagi yang mengerjakannya di hadapan Allah SWT.[3][3]
Ikhlas merupakan inti amal dan penentu diterima tidaknya suatu amal di sisi Allah yang Maha Tahu. Amal tanpa ikhlas bagaikan amal tanpa isi, raga tanpa nyawa, pohon tanpa buah, awan tanpa hujan, anak tanpa garis keturunan, dan benih yang tidak tumbuh.[4][4]
Oleh karena itu, sehebat apapun suatu amal bila tidak ikhlas, tidak ada apa-apanya dihadapan Allah SWT, sedang amal yang sederhana saja akan menjadi luar biasa dihadapan Allah SWT bila disertai dengan ikhlas. Tidaklah heran seandainya shalat yang kita kerjakan belum terasa khusyu, atau hati selalu resah dan gelisah dan hidup tidak merasa nyaman dan bahagia, karena kunci dari itu semua belum kita dapatkan, yaitu sebuah keikhlasan.
2.2.      Konsep Ikhlas dalam Ilmu Tasawuf
Beramal adalah inti dari eksistensi (keberadaan) manusia di dunia, karena tanpa amal manusia akan kehilangan fungsi dan peran utamanya dalam menegakkan khilafah sebagai khalifah (wakil Allah) di muka bumi. Sebagaimana di awal surah Al-Mulk ayat ke-2 Allah berfirman :
اَلَّذِى خَلَقَ الْمَوْتَ وَ الْحَيَوةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ العَزِيْزُ الغَفُوْرُ
Artinya : “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun”.
Akan tetapi, tidak cukup dengan beramal saja, karena Allah akan menghitung segala amal yang kita lakukan dari niat dan keikhlasan. Tanpa ikhlas, amal seseorang akan sia-sia dan tidak berguna di hadapan Allah SWT.
Ikhlas itu tidak berarti pasrah , ikhlas itu menerima dengan baik apa yang terjadi, dengan tetap berusaha mencapai apa yang kita inginkan. Ikhlas, menerima, dan sabar adalah sebuah kunci dalam menjalani hidup yang lebih baik.[5][5]
            Secara bahasa, ikhlas artinya membersihkan (bersih, jernih, suci dari campuran dan pencemaran, baik berupa materi ataupun immateri). Adapun secara istilah yaitu: membersihkan hati supaya menuju kepada Allah semata, dengan kata lain dalam beribadah, hati tidak boleh menuju kepada selain Allah.
Dari definisi diatas, ikhlas merupakan kesucian hati dalam beribadah atau beramal untuk menuju kepada Allah. Ikhlas adalah suasana kewajiban yang mencerminkan motivasi bathin kearah beribadah kepada Allah dan kearah membersihkan hati dari kecenderungan untuk melakukan perbuatan yang tidak menuju kepada Allah. Dengan satu pengertian, ikhlas berarti ketulusan niat untuk berbuat hanya karena Allah.
Seseorang dikatakan memiliki sifat ikhlas apabila dalam melakukan perbuatan, ia selalu didorong oleh niat untuk berbakti kepada Allah dan bentuk perbuatan itu sendiri dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya menurut hukum syariah. Sifat seperti ini senantiasa terwujud baik dalam dimensi fikiran ataupun perbuatan.[6][6]
2.3.       Pembagian Derajat Ikhlas
·         Ikhlas Awam, yaitu: Dalam beribadah kepada Allah, karena dilandasi perasaan rasa takut terhadap siksa Allah dan masih mengharapkan pahala.
·         Ikhlas Khawas, yaitu: Beribadah kepada Allah karena didorong dengan harapan supaya menjadi orang yang dekat dengan Allah, dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan sesuatu dari Allah SWT.
·         Ikhlas Khawas al-Khawas adalah: Beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang mendalam bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah-lah Tuhan yang sebenar-benarnya.
Dari penjelasan diatas, tingkatan ikhlas yang pertama dan kedua masih mengandung unsur pamrih (mengharap) balasan dari Allah, sementara tingkatan yang ketiga adalah ikhlas yang benar-benar tulus dan murni karena tidak mengharapkan sesuatu apapun dari Allah kecuali Ridha-Nya.[7][7]
2.4.     Keutamaan Ikhlas
Ikhlas adalah salah satu akhlak yang mulia. Setiap muslim diharapkan dapat melaksanakannya dalam beramal dan beribadah. Amalan adalah jasadnya dalam beragama, sedangkan keikhlasan adalah roh bagi manusia dalam beragama. Jasad tanpa roh tak akan ada artinya seperti seonggok mayat yang terbujur kaku tiada harganya. Demikian juga dengan amal ibadah tanpa adanya keikhlasan adalah satu hal yang sia-sia tanpa guna, seperti melukis di atas permukaan air yang tidak akan ada bekasnya.
            Banyak sekali keutamaan dari ikhlas bagi perjalanan hidup seorang mukmin dalam menggapai kebahagiaan hidupnya, diantaranya adala:
1.      Menjadikan berbuahnya amal ibadah
2.      Menghindarkan diri dari penyakit rohani
3.      Terhindar dari godaan iblis
Karenanya Islam sangat mendorong umatnya untuk beramal shaleh sebagai pancaran dari iman yang dimiliki dalam kaitan dengan hal itu juga dinyatakan agar semua yang dilakukan itu didasari dengan keikhlasan, sebab manusia ini akan dinilai amalnya yang lahir dari keimanan, keislaman dan keikhlasan. Dan sesungguhnya kebahagiaan manusia itu akan ditentukan oleh amal usaha dan keikhlasan.[8][8]
            Keikhlasan seseorang dapat dilihat dari raut muka, tutur kata, serta gerak gerik perilakunya yang selalu tenang dan damai. Seseorang yang selalu meratapi apa yang terjadi, menyesali kesalahan atau kekeliruan yang dibuat dan terpaku pada waktu mereka yang terbatas hanya akan merasakan kesusahan, kesengsaraan, dan keputusasaan. Dengan adanya keikhlasan menerima apa yang terjadi, akan membuat kita menerima dengan ikhlas apa yang kita miliki, apa yang terjadi, dan apa yang menimpa kita, maka tidak akan ada lagi sesuatu yang menjadi beban, karena dibalik sebuah permasalahan pasti akan muncul kemudahan.
2.5.      Makna Ikhlas Kepada Allah
Ikhlas karena Allah SWT, merupakan satu sifat yang mencakup keikhlasan terhadap dzat-Nya, kepada asma-Nya dan kepada sifat-sifat-Nya, ikhlas keada perintah-perintah dan larangan-larangan-Nya yang berkaitan dengan urusan agama, serta ikhlas menerima qodho’ dan qadar-Nya yang menjadi keputusan-Nya yang bersifat alamiah. Berikut kita dapat mengetahui penjelasannya secara global:
1.      Ikhlas Kepada Dzat Allah
Maksud dari pernyataan dari ikhlas kepada dzat Allah adalah setiap muslim mesti mengesakan Dzat-Nya, tidak mempersekutukan-Nya dengan makhluk seperti dengan manusia atau makhluk ghaib, baik dalam masalah Rubbubiyah maupun Uluhiyah-Nya, dalam mencintai dan beribadah. Tidak mencintai terhadap manusia atau benda lainnya melebihi cinta kepada-Nya. Tidak menjadi abdi selain hanya kepada-Nya, tidak mengikuti sesuatu yang tidak sesuai dengan titah-Nya, dan tidak menjadi pengikut apapun atau siapapun yang tidak mungkin menyamai atau melampaui derajat-Nya.
Ikhlas kepada Allah dalam pengertian asma’ dan sifat-Nya adalah tidak memiliki cara pandang yang atheis (ilhad). Maksudnya wujud keikhlasan kepada asma’Nya ialah dengan tidak mencabut pengertian yang ditunjukkan oleh asma’ itu sedikitpun. Itu dikarenakan semua asma’ Allah adalah elok (husna) dan menunjukkan kepada sifat-sifat-Nya.
2.      Ikhlas Kepada Sifat Allah
Ikhlas kepada sifat Allah yang dimaksudkan adalah meyakini akan kesempurnaan Allah SWT dengan seluruh sifat-sifat-Nya dan tidak ada dzat lain yang dapat menyamai bahkan melebihi kesempurnaan-Nya.
Dengan demikian ikhlas kepada sifat Allah itu ditunjukkan dengan sifat ketergantungan muslim hanya kepada-Nya. Disaat mengharapkan rahmat atau pertolongan maka tiada lain adalah hanya kepada Allah semata. Sementara jika bantuan atau pertolongan itu datang dari sanak famili, sahabat, atau dari orang yang tidak kita kenalpun, sesungguhnya itu hanyalah jalan penyampaian saja.
3.      Ikhlas Terhadap Perintah dan Larangan Allah
Dalam pelaksanaan syariat agama, setiap penganutnya diwajibkan menjalankan setiap perintah dan menjauhi segala larangan yang berasal dari Allah SWT. Pelaksanaan dari segala perintah dan menjauhi segala larangan yang ada, itu merupakan barometer keikhlasan seseorang terhadap perintah dan larangan Allah ini.
Untuk mengenali kapasitas besar atau kecilnya keikhlasan kita kepada perintah dan larangan Allah, dapatlah terlihat dalam realisasinya dalam kehidupan. Jika seorang mendapatkan satu perintah atau pekerjaan yang dalam pelaksanaannya jelas bertentangan dan dimurkai Allah SWT, kemudian orang itu dengan sengaja melaksanakannya maka itu menunjukkan bahwa perintah tadi lebih tinggi kedudukannya dari pada perintah Allah.
4.      Ikhlas Terhadap Qodho’ dan Qodar Allah
Sebagai makhluk Allah tentunya setiap muslim akan paham dan mengetahui bahwa dalam penciptaannya di bumi ini akan membawa qodho’ dan qodarnya sendiri-sendiri. Artinya setidaknya mengerti dan memahami bahwa setiap manusia yang tercipta ini mempunyai kemampuan dengan batasan yang telah ditetapkan oleh sang pencipta. Yang jelas semua ketetapan itu jelas didasarkan kepada kasih sayang dan keadilan kepada makhluk-Nya.
Sebagai pengukur besar atau kecilnya rasa ikhlas terhadap qodho dan qodar Allah terhadap diri seseorang adalah seberapa besar atau ada dan tidaknya penentangan dalam hati seseorang terhadap turunnya satu takdir dari takdir-takdir yang telah ditetapkan kepada kita.[9][9]
2.6.      Aplikasi Terhadap Ikhlas Lillahi Ta’alla
            Kita telah mengetahui bahwa keikhlasan itu terpusat kepada dua perkara yaitu: 1) Kepada dzat Allah, Asma’ dan sifat-Nya 2) Kepada perintah dan larangan-Nya yang berkenaan dengan perkara keagamaan juga titah dan perintah-Nya yang berkenaan dengan perkara alaiah (penciptaan). Untuk mengetahui keikhlasan cinta terhadap Allah ini dalam hal ini akan kita uraikan dalam 3 point penting sebagai berikut:
1.      Ikhlas Cinta Kepada Allah
Aplikasi cinta kepada Allah yang terinci melalui keikhlasan kepada dzat, asma’ dan sifat Allah, paling tidak akan menuntut kepada dua hal penting, yaitu:  Ilmu dan Amal perbuatan
Dalam hal ilmu ini kita ditujukan kepada pemahaman kita bahwa tidak ada sesuatu pun yang dapat menyerupai-Nya dan tidak ada satu pun yang bisa berinteraksi langsung dengan-Nya. Namun interaksi hanya bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu: Memanjatkan do’a kepada-Nya dan Dengan memahami qodar-Nya.

2.      Ikhlas Menerima Perintah dan Larangan Allah
Maksud dari ikhlas menerima perintah dan larangan Allah disini adalah perasaan kepatuhan terhadap apa yang menjadi ketentuan dari Allah SWT sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan nantinya walaupun secara rasional hal tersebut dianggap sebagai satu usaha menghalangi pencapaian kenikmatan yang seluas-luasnya baik secara lahiriah maupun batiniah ketika hidup di dunia.
Dalam hal ini sebenarnya menunjukkan bahwa adanya satu tuntutan kepada setiap muslim untuk selalu menghormati perintah-perintah dan setiap larangan-larangan Allah, serta alasan yang menghentikan diri setiap muslim untuk menggapai ridho Allah dengan berpedoman kepada perintah dan larangan tersebut.
Sementara untuk sikap menghormati yang menjadi satu tuntutan bagi seorang muslim sebagaimana dimaksudkan dalam alinea diatas, paling tidak hidupnya haruslah tercermin didalam lima hal, yaitu:
1.                   Pengetahuan (Ma’rifat)
2.                   Menggugurkan dorongan kebiasaan kemudian menunduknya kepada perintah dan larangan Allah
3.                   Menggugurkan dorongan hawa nafsu dan menundukkannya kepada perintah dan larangan Allah
4.                   Memberlakukan hukum syara’ terhadap akal, bukan sebaliknya
Hendaklah perhatian tidak hanya berhenti kepada perintah dan larangan itu sendiri.
3.      Ikhlas Menerima Perintah Qodho’ dan Qodar Allah
Ikhlas menerima perintah qodho’ dan qodar Allah di sini kita dituntut untuk mengetahui bahwa perintah-Nya itu ada kalanya sejalan dengan kesenangan diri hamba atau bahkan sangat bertentangan dengan keinginannya. Qodho’ yang sesuai dengan keinginan hamba itu paling tidak tentang kesehatan, kekayaan, kesembuhan, kelezatan, kekayaan, kesembuhan, dan kenikmatan-kenikmatan lainnya. Karenanya keikhlasan menerima qodho dan qodar Allah itu semestinya di dasarkan kepada tiga hal, yaitu:
a.                   Kesadaran untuk bersaksi bahwa seluruh kenikmatan dan anugerah itu datangnya dari Allah SWT dengan penuh kasih sayang yang dilimpahkan-Nya.
b.                   Menumbuhkan rasa syukur dalam diri atas segala kenikmatan yang diterimanya. Menggunakan anugerah dan kenikmatan yang didapatnya guna kepentingan dan penyebaran perkara-perkara yang diridhoi dan dianjurkan oleh Allah SWT dan Rasul-Nya.[10][10]












BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ikhlas merupakan kesucian hati dalam beribadah atau beramal untuk menuju kepada Allah. Oleh karena itu, sehebat apapun suatu amal bila tidak ikhlas, tidak ada apa-apanya dihadapan Allah SWT, sedang amal yang sederhana saja akan menjadi luar biasa dihadapan Allah SWT bila disertai dengan ikhlas. Dengan satu pengertian, bahwa  ikhlas merupakan ketulusan niat untuk berbuat hanya karena Allah.

















Daftar Pustaka

Al-Bailawi, Abu Muhammad bin Said.(2007).The True Power of Ikhlas. Yogyakarta. Hijrah CMG.
Aly, Nur.(2012).Ikhlas Tanpa Batas:Belajar Hidup tulus dan Wajar kepada 10 Ulama-Psikolog Klasik.Pati:Zaman.
Syam, Yunus Hanis.(2008). Quantum Isam,Yogyakarta:Optimus.