Sebuah kajian dalam rangka menyongsong hari pendidikan nasional
Pondok Moderen Darussalam Gontor |
A. Telaah pendidikan Pesantren
Tanggal
2 mei merupakan salah satuhari istimewa dan bersejarah bagi perjalanan
pendidikan nasional bangsa ini.Karena di tanggal ini kita memperingati
dan mengenang tonggak awal sejarah pendidikan kita.Pelopor utama
peletak sejarah pendidikan bangsa ini adalah Ki Hajar Dewantara,beliau
salah seorang pahlawan yang terlibat aktif dalam perjuangan
pergerakanRevolusi yang mula-mula merintis lembaga pendidikan modern
yang dinamakannyaTaman Siswa. Artinya tempat belajar bagi anak-anak dan
masyarakat pribumi yangsedang belajar ilmu pengetahuan yang pada saat
itu dilarang keras untuk sekolaholeh pemerintah Hindia Belanda. Pada
tanggal ini setiap tahun kita peringati,dan menjadi salah satu hari
nasional kita. Dalam waktu yang bersamaan, lembagapendidikan yang
bersumber dari akar budaya bangsa ini, yaitu Pesantren jugamempunyai
kontribusi besar terhadap anak-anak dan masyarakat pribumi dalam
halmemberikan layanan pendidikan dalam rangka membentuk dan
mempersiapkan sumberdaya manusia indonesia. Tapi anehnya, Pesantren
tidak mendapatkan apresiasiseperti halnya Taman Siswa. Ada apa dengan
Pesantren ………...?
Pondok pesantren menurut sejarahakar berdirinya di Indonesia, ditemukan dua pendapat. Pertama,
pendapatyang menyebutkan bahwa pondok pesantren berakar pada tradisi
Islam sendiri,yaitu tradisi tarekat. pondok pesantren mempunyai kaitan
yang erat dengantempat pendidikan yang khas bagi kaum sufi; Kedua,
pondok pesantren yangdikenal sekarang pada awalnya merupakan
penyesuaian dari sistem pondokpesantren yang diadakan masyarakat Hindu
di Nusantara (Kemenag, 2003).
Pondokpesantren
adalah dua buah kata yang mempunyai satu kesatuan makna. Kata"pondok",
mempunyai pengertian asrama-asrama para santri, atau tempattinggal yang
dibuat untuk tempat mukim para santri, yang berasal dari kata Arab,yaitu
Funduk yang berarti hotel atau asrama. Sedangkan kata
“pesantren”berasal dari kata santri yang mendapatkan imbuhan dengan
awalan pe- dan akhiran-an, yang berarti tempat tinggal para santri.
Sedangkan Profesor Jhonsberpendapat bahwa istilah santri berasal dan
bahasa Tamil yang berarti gurumengaji. Sedang C. C. Berg berpendapat
bahwa istilah tersebut berasal dan kata shastri,yang dalam bahasa
India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama. Sementaraitu,
Nurcholish Madjid, dalam buku "Bilik-bilik Pesantren"meyebutkan,
pesantren adalah bentuk pendidikan Islam di Idonesia yang telahberakar
sejak berabad-abad silam. Ia menilai, pesantren mengandung
maknake-Islam-an sekaligus keaslian (indigenous) Indonesia. Kata
"Pesantren" mengandung pengertian sebagai tempat para santri atau
muridpesantren. Sedangkan kata "santri" diduga berasal dari
istilahsansekerta "sastri" yang berarti "melek huruf", atau daribahasa
Jawa "cantrik" yang berarti seseorang yang mengikuti gurunya
kemanapundia pergi.
MenurutZamaksani Dhofier,
ada dua kelompok santri, yaitu: a) Santri mukim, yaitumurid-murid yang
berasal dari daerah yang jauh dan menetap dalam pondokpesantren.
b) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekelilingpesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren.
b) Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekelilingpesantren, yang biasanya tidak menetap di pesantren.
Pondokpesantren
merupakan lembaga pendidikan Islam tradisional yang lebih
menekankanaspek moralitas kepada santri dalam kehidupan ini karenanya
untuk nilai-nilaitersebut diperlukan gemblengan yang matang kepadanya,
dan untuk memudahkan itudiperlukan sebuah asrama sebagai tempat tinggal
dan belajar di bawah bimbinganseorang kyai. Pada kebanyakan pesantren
dahulu, seluruh komplek bukan merupakanmilik kyai saja, melainkan milik
masyarakat, hal ini disebabkan karena parakyai memperoleh sumber-sumber
keuangan untuk membiayai pendanaan danperkembangan pesantren dari
masyarakat, sehingga masyarakat juga merasamemiliki.
Dalam
historis pendidikan di Indonesia, pesantren termasuklembaga pendidikan
tertua, bahkan dalam sejarah perjuangan dan pembangunanbangsa, pesantren
sudah banyak memberikan kontribusi nyata dalam melahirkanpemimpin yang
berkarakter kuat, militan, penuh integritas, gigih, visioner,pantang
menyerah dan ikhlas dalam berjuang. Kontribusi tersebut tidak
berhentipada masa perjuangan bangsa, melainkan hingga dewasa ini,
pimpinan institusitertinggi negara banyak yang dipimpin oleh tokoh
nasional dengan latar belakangpesantren.
Pondok pesantren sebagai
satuan pendidikan luar sekolahmerupakan bagian dari sistem pendidikan
nasional. Sitem pendidikan mengandungbeberapa subsistem yang saling
berkaitan dengan tujuannya. Begitu pula pondokpesantren apabila
dijadikan sebagai sistem pendidikan, maka harus memilikisubsistem
tersebut. Kafrawi (1978) mengungkapkan bahwa pesantren merupakansalah
satu lembaga pendidikan yang tertua di Indonesia dan salah satu
bentukkebudayaan asli bangsa Indonesia. Lembaga dengan pola Kiai,
Santri, Asrama danMasjid/Surau telah dikenal tidak hanya dalam bidang
keagamaan saja tetapi juga dalamkisah dan cerita rakyat maupun sastra
klasik Indonesia, khususnya di Pulau Jawa.Oleh karena itu tidak
berlebihan kalau dalam momentum hari pendidikan nasionalini nama
pesantren juga disebut-sebut.
Dalam praktiknya, di samping
menyelenggarakan kegiatanpengajaran, pesantren juga sangat memperhatikan
pembinaan pribadi melalui penanaman tata nilai dan kebiasaan di
lingkungan pesantren. Kafrawi (1978)mengemukakan bahwa hal tersebut pada
umumnya ditentukan oleh tiga faktor, yaitulingkungan (sistem
asrama/hidup bersama), perilaku Kiai sebagai centralfigure dan pengamalan kandungan kitab-kitab yang dipelajari.
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiserta pergeseran
paradigma pembangunan pendidikan, pesantren kini digiringuntuk
dilengkapi dengan pendidikan formal, sehingga pesantren di
sampingmenyelenggarakan pendidikan non formal (madrasah diniyah, ngaji sorogandan bandongan) juga menyelenggarakan pendidikan formal (SD, SMP, SMA danbahkan sampai Universitas).
B. Telaahpendidikan karakter di pesantren.
Pendidikan
karakter dapatdimaknai sebagai proses penanaman nilai esensial pada
diri anak melaluiserangkaian kegiatan pembelajaran dan pendampingan
sehingga para siswa sebagaiindividu mampu memahami, mengalami, dan
mengintegrasikan nilai yang menjadi nilaiinti (core values) dalam pendidikan yang dijalaninya ke dalamkepribadiannya.
Menurut Ali Ibrahim Akbar(2009), praktik pendidikan di Indonesia cenderung lebih berorentasi padapendidikan berbasis hard skill(keterampilan teknis) yang lebih bersifat mengembangkan intelligence quotient(IQ), namun kurang mengembangkan kemampuan softskill yang tertuang dalam emotionalintelligence (EQ), dan spiritualintelligence
(SQ). Pembelajaran diberbagai sekolah bahkan perguruan tinggilebih
menekankan pada perolehan nilai hasil ulangan maupun nilai hasil
ujian.Banyak guru yang memiliki persepsi bahwa peserta didik yang
memiliki kompetensiyang baik adalah memiliki nilai hasil ulangan/ujian yang tinggi.
Seiring perkembangan jaman, pendidikan yang hanyaberbasiskan hard skill
yaitumenghasilkan lulusan yang hanya memiliki prestasi dalam akademis,
harus mulaidibenahi. Sekarang pembelajaran juga harus berbasis pada
pengembangan soft skill (interaksi sosial) sebab inisangat
penting dalam pembentukan karakter anak bangsa sehingga mampu
bersaing,beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan
masyarakat. Pendidikansoft skill bertumpu pada
pembinaanmentalitas agar peserta didik dapat menyesuaikan diri dengan
realitaskehidupan. Kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata
oleh pengetahuandan keterampilan teknis (hard skill)saja, tetapi juga oleh keterampilan mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Pengertiankarakter menurut Pusat BahasaDepdiknas adalah “bawaan, hati, jiwa,kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen,watak”. Adapun berkarakter adalah berkepribadian,berperilaku,
bersifat, bertabiat, dan berwatak”. Menurut Tadkiroatun Musfiroh(UNY,
2008), karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors),motivasi (motivations), danketerampilan (skills). Karakterberasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘to mark’ atau menandai danmemfokuskan bagaimana mengaplikasikan
nilai kebaikan dalam bentuktindakan atau tingkah laku, sehingga orang
yang tidak jujur, kejam, rakus danperilaku jelek lainnya dikatakan orang
berkarakter jelek. Sebaliknya, orangyang perilakunya sesuai dengan
kaidah moral disebut dengan berkarakter mulia. (Modul Pendidikan
Karakter)
Adapun Sulhan (2010) mengemukakan tentang beberapa
langkahyang dapat dikembangkan oleh pesantren dalam melakukan proses
pembentukankarakter pada santri. Adapun langkah tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Memasukan konsep karakter padasetiap kegiatan pembelajaran dengan cara:
· Menambahkan nilai kebaikan kepada santri (knowing thegood)
· Menggunakan cara yang dapat membuat santri memiliki alasanatau keinginan untuk berbuat baik (desiring the good)
· Mengembangkan sikap mencintai untuk berbuat baik (lovingthe good)
2. Membuat slogan yang mampumenumbuhkan kebiasaan baik dalam segala tingkah laku masyarakat sekolah/pesantren.
3. Pemantauan secara kontinue.Pemantauan
secara kontinyu merupakan wujud dari pelaksanaan pembangunan
karakter.Beberapa hal yang harus selalu dipantau diantaranya adalah:
· Kedisiplinan masuk pesantren,
· Kebiasaan saat makan di kantin,
· Kebiasaan dalam berbicara,
· Kebiasaan ketika di masjid,
· Kebiasaan ketika mengikutikegiatan-kegiatan pesantren, dll
Sementara
Koesoema (2010) memberikan formula bahwapendidikan karakter jika ingin
efektif dan utuh harus menyertakantiga basis desain dalam
pemogramannya.
1. Desain pendidikan karakterberbasis kelas.
Desain ini berbasis pada relasi guru/ustad sebagai pendidik
dansiswa/santri sebagai pembelajar di dalam kelas. Konteks pendidikan
karakteradalah proses relasional komunitas kelas dalam konteks
pembelajaran. Relasiguru-pembelajar bukan monolog, melainkan dialog
dengan banyak arah sebabkomunitas kelas terdiri atas guru dan siswa yang
sama-sama berinteraksi denganmateri. Memberikan pemahaman dan
pengertian akan keutamaan yang benar terjadidalam konteks pengajaran
ini, termasuk di dalamnya pula ranah non-instruksional,seperti
manajemen kelas, konsensus kelas, dan lain-lain, yang
membantuterciptanya suasana belajar yang nyaman. Dalam konteks
pendidikan karakter dipesantren, kegiatan rutin proses pembelajaran
harian dilaksanakan di lingkunganmasjid/madrasah dengan ustad/ustadzah
bertindak sebagai fasilitator, mediatordan modeling.
2. Desain
pendidikan karakter berbasiskultur sekolah/pesantren. Desain ini
mencoba membangun kultur sekolah/pesantrenyang mampu membentuk karakter
anak didik dengan bantuan pranata sosialsekolah/pesantren agar nilai
tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam dirisiswa/santri. Untuk
menanamkan nilai kejujuran tidak cukup hanya denganmemberikan
pesan-pesan moral kepada anak didik. Pesan moral ini mesti
diperkuatdengan penciptaan kultur kejujuran melalui pembuatan tata
peraturan sekolah yangtegas dan konsisten terhadap setiap perilaku
ketidakjujuran. Dalam kontekspendidikan karakter di pesantren,
implementasi desain pendidikan karakterberbasis kultur sekolah/pesantren
dilaksanakan dengan menata lingkungan fisiksekolah/pesantren dan
pembuatan tata tertib sekolah/pesantren yang bernuansanilai-nilai Islam,
hal tersebut relevan dengan core pilar karakter yaknicinta kepada Allah dan segenap ciptaanya.
3.
Desain pendidikan karakter berbasiskomunitas. Dalam mendidik, komunitas
sekolah tidak berjuang sendirian.Masyarakat di luar lembaga pendidikan,
seperti keluarga, masyarakat umum, dannegara, juga memiliki tanggung
jawab moral untuk mengintegrasikan pembentukankarakter dalam konteks
kehidupan mereka. Ketika lembaga negara lemahdalam penegakan hukum,
ketika mereka yang bersalah tidak pernah mendapatkansanksi yang
setimpal, negara telah mendidik masyarakatnya untuk menjadi manusiayang
tidak menghargai makna tatanan sosial bersama. Dalam kontekspendidikan
karakter di pesantren, implementasi desain pendidikan karakterberbasis
komunitas dikembangkan dengan membuat kelompok-kelompok belajar
danmengembangkan program pengembangan diri.
Selain pendekatan di atas, minimal terdapat empat strategiyang bisa menjadi alternatif pendidikan karakter di pesantren:
1. Pendekatan Normatif, yakni mereka (perangkat pesantren)secara bersama-sama membuat tata kelela (good governence)
atau tatatertib penyelenggaraan pesantren yang didalamnya dilandasi
oleh nilai-nilaipendidikan karakter/akhlak, perumusan tata kelola ini
penting dibuat secarabersama, bahkan melibatkan santri dan tidak
bersifat top down daripimpinan pesantren. Sehingga terlahir
tanggung jawab moral kolektif yangdapat melahirkan sistem kontrol
sosial, yang pada giliranya mendorongterwujudnya institution culture yang penuh makna.
2. Pendekatan
Model yakni mereka (perangkat pesantren),khususnya pimpinan pesantren
berupaya untuk menjadi model dari tata tertib yangdirumuskan, ucap,
sikap dan prilakunya menjadi perwujudan dari tata tertib yangdisepakati
bersama.
3. Pendekatan Reward and Punishmen yaknidiberlakukanya sistem hadiah dan hukuman sebagai stimulus dan motivator terwujudnyatata kelola yang dibuat.
4. Pendekatan
Suasana Belajar (baik suasana fisik maupunsuasana psikis) yakni dengan
mengkondisikan suasana belajar agar menjadi sumberinspirasi penyadaran
nilai bagi seluruh perangkat pesantren, termasuk parasantri, seperti
dengan memasang visi pesantren, kata-kata hikmah,ayat-ayat Al qur’an
dan mutiara hadis di tempat-tempat yang selaluterlihat oleh siapapun
yang ada di pesantren, memposisikan bangunan masjid diarena utama
pesantren, memasang kaligrafi di setiap ruangan belajar
santri,membiasakan membaca Al qur’an setiap mengawali belajar dengan
dipimpin ustad,program shalat berjamaah, kuliah tujuh menit,
perlombaan-perlombaan dansebagainya. (Sofyan Sauri. 2011)
C. Faktoryang mempengaruhi pendidikan karakter pesantren
Terdapatdua faktor yang mendukung eksistensi pendidikan karakter pondok pesantren,yaitu meliputi faktor intern dan ekstern.
1. Faktor Internal
Pertama,Faktor
Kemandirian: secara kelembagaan pondok pesantren mempunyai
kemandirian.Kemandirian itu tercermin dalam figure kyai sebagai pemimpin
dan pengasuh yangmempunyai otoritas penuh terhadap keseluruhan yang ada
dilingkungan pesantren.Maju-mundurnya pesantren sangat tergantung dari
ketokohan kyai yang memimpindan mengasuhnya. Tradisi yang digunakan
untuk menentukan kyai pengasuh pondokadalah tradisi turun-temurun
diambil dari putra tertua laki-laki. Gambaranpondok pesantren seperti
ini menunjukkan, bahwa dalam sistem tersebutmenyerupai sebuah kerajaan
kecil. Selain itu, kekuatan kemandirian jugatercermin dalam sisten
pendidikannya. Pondok pesantren dalan menjalankanpendidikannya cukup
mandiri dan merdeka, serta tidak terikat oleh suatuinstitusi atau
lembaga lainnya. Ini ditentukan melalui kurikulum sistempengajaran yang
digunakan pengajar maupun lulusannya. Disamping itu, sistempendidikan
dan pengajaran di pondok pesantren dikenal dengan "sistempondok". Dengan
sistem ini, proses pendidikan dan pengajaran berIangsungterus menerus.
Pengajaran dan pendidikan berlangsung, baik dalam kelas maupundi luar
kelas,siang maupun malam.
Dalam sistem ini pula, hubungan antara ustadz atau kyai dengan santri atausiswa berlangsung dalam setiap waktu sehingga terpadu suasana perguruan dankekeluargaan. Sistem pondok, dapat dikatakan sebagai pendidikan dan kemandirianlangsung yang dilakukan oleh santri atau siswa santri atau siswa jugadihadapkan pada kehidupannya sendiri, yaitu pengaturan diri sendiri dari sejakpengambilan keputusan sampai pelaksanaannya. Solidaritas tumbuh secara wajar.Santri belajar saling menghormati dan menghargai, serta tenggang rasa. Sikapdan sifat keterbukaan dapat berkembang secara baik, sifat isolatif kurang atautidak mendapatkan tempat. Santri atau siswa berkompetisi secara sehat dalamproses meraih prestasi.
Maksudnya, santri atau siswa tidak hanya melihat Prestasi dari santri atausiswa lainnya, tetapi santri atau siswa dapat belajar langsung dari temannya,bagaimana cara meraih prestasi: cara belajar, membagi waktu dalam tugas, danlain sebagainya. Disinilah akan didapatkan sifat jujur untuk dirinya dan padayang lain.
Keberhasilan dalam sistem pondok tidak lepas dari peranan kyai atau guru dalammemberikan pengaturan, pengawasan dan bimbingan yang disertai denganketeladanan yang murni sebagai landasannya. Kemandirian Ini yang dimilikipondok pesantren adalah dalam pendanaan operasional, dimana pesantren lebihmengutamakan pada santri dan masyarakat pendukungnya yang nantinya tidakmengikat pada kebijaksanaan pondok pesantren. Pembiayaan pondok pesantrenhampir seluruhnya datang dari santri dan sebagian lain dari Masyarakatpendukung pondok pesantren. Sifat kemandirian dalam pembiayaan adalahkeberhasilan dari lembaga pondok pesantren yang telah mampu menjalin jaringanaksi, baik terhadap lembaga pemerintah dan masyarakat.
Kedua, Faktor Sistem Nilai dan Kultur: sistem Nilai dan Kultur yang didukungdan hidup di lingkungan pesantren lebih kuat dibandingkan dengan sistem nilaidan kultur di luar. Sistem nilai kultur yang hidup dan didukung oleh lingkunganpesantren, dapat ditelusuri dari ajaran pembentuk kehidupannya. Nilai dankultur pesantren begitu tertanam kuat di kalangan santri sehingga setiap santribertanggung jawab atas kelangsungan nilai dan kultur yang hidup dandidukungnya. Nilai dan kultur itu tercermin dalam sikap hidup, tradisi yangberlaku, serta seni yang hidup, dimana semuanya bersumber dan ajaran agamaIslam.
2. Faktor Eksternal
Pertama,ditinjau
secara kelembagaan, yaitu terdapat banyak "langgar-langgar"yang
tersebar hampir d seluruh desa. Langgar merupakan lembaga pendidikan
Islamtradisional yang mempunyai banyak kesamaan dengan pondok pesantren.
Bedanyahanya terletak pada santri tidak menetap dalam pondok. Sedangkan
dalam sistempendidikan dan pengajarannya, secara keseluruhan menyerupai
pondok pesantren.
Langgarbiasanya didirikan oleh seorang
Kyai yang sebelumnya telah belajar ilmu agamaIslam di pondok pesantren.
Lembaga langgar merupakan faktor pendukung utamabagi eksistensinya
pondok pesantren karena dari lembaga inilah penyebaraninformasi oleh
seorang Kyai dapat berlangsung. Jadi kedudukan lembaga langgaradalah
lembaga Islam tradisional tingkat dasar.Kedua, masyarakat
Islamtradisional yang tersebar di wilayah pedesaan dilihat dari mata
pencaharianmasyarakat Islam tradisional adalah petani, buruh, pedagang,
dan sebagian kecilpegawai. Pondok pesantren mempunyai pengaruh yang
besar terhadap masyarakatIslam tradisional karena antara keduanya
mempunyai hubungan tradisionaI, dimanapondok pesantren memberikan
bimbingan keagamaan, pelayanan pendidikan, sertakepemimpinan infomal.
Sementara sebagai timbal baliknya, masyarakat Islamtradisional
memberikan sumbangan dalam pendanaan, baik melalui infak dansadaqah,
maupun melalui santri-santri yang belajar dipesantren. (R. Syehha A M)
Dalam tradisi pesantren, metode dan sistem pengajaran, memiliki model-modelklasikal, yaitu sistem pengajaran individual dengan menggunakan metode sorogandan wetonan. Di daerah Jawa Barat metode wetonan disebut metodebandongan, sedangkan di daerah Sumatera dikenal dengan metode halaqah.Dua metode tersebut, sorogan dan wetonan merupakan ciri khasdalam pengajaran di pesantren, sekaligus sebagai metode yang tertua dan utamadalam pengajaran kitab-kitab klasik (kitab kuning).
Kedua metode tersebut telah bertahan sejak awal sejarah Islam di Indonesiahingga sekarang dan terus dilestarikan, terutama di pondok pesantren salaf.Metode sorogan, yaitu cara mengajar dimana santri menghadap kyai atauustadz seorang demi seorang, dengan menyodorkan kitab yang dipelajarinya. Carapengajarannya yaitu kyai atau ustadz membacakan dan atau menyimak kitab yangberbahasa arab gundul (tanpa sandang apapun/harakat), kalimat demi kalimatkemudian diartikannya dalam bahasa Jawa, baru kemudian kyai atau ustadzmenjelaskan secara keseluruhan. Kegiatan santri adalah menyimak sambil membericatatan-catatän kecil dibawah atau disamping, atau ngesahi teks Arabsebagai bukti bahwa bagian tersebut telah dipelajari.
Metode sorogan merupakan sistem pengajaran individual yang sangat baik.Kyai atau ustadz dengan santri dapat langsung berinteraksi sehingga prosespengajaran dan pendidikan akan lebih bermakna. Pengajaran dengan metode soroganmerupakan bagian yang paling sulit dalam keseluruhan sistem pendidikan karenamenuntut kesabaran, ketekunan, ketaatan dan kedisiplinan santri. Kehandalan danpenggunaan sistem ini telah terbukti sangat efektif dan selektif sebagai tarafdasar, atau awal bagi seorang santri dapat meraih gelar seorang yang alim.
Selainmetode diatas terdapat juga metode lain, yaitu metode musyawarah (bahtsulmasa’il). Santri
dihadapkan pada masalah yang nyata di hadapi masyrakat kemudian mereka
di tuntutuntuk menyelesaikan masalah tersebut. Sering kali karena
perbedaan perspektifdalam menyikapi suatu masalah terjadi perdebatan
yang alot di antara mereka,dan pada penyikapan ini mereka juga dituntut
untuk bertanggung jawab dalammenyampaikan pendapatnya sehingga landasan literature
mutlaq diperlukan.Dan kitab kuninglah yang menjadi acuanya. Tujuan dari
bahtsul masail ini bahwapara santri di harapkan mampu menghadapi
masalah yang sedang di alami olehmasyarakat sehingga apa yang mereka
pelajari bukanlah hal yang mengawangdilangit akan tetapi merupakan
realitas nyata dan oleh karena itu problem yangdi ajukan juga selalu
terkait dengan masyarakat. Dan posisi seorang Kyai hanya menjadi
fasilitator,membimbing, dan sebagai narasumber terakhir apabila santri
mengalami kesulitan.(Sofyan Sauri. 2011).